Selasa, 26 Februari 2013

The Introduction of Pelantara

Di sini saya mendapatkan ilmu. Di sini saya mendapatkan pengalaman. Di sini pula saya mendapatkan sahabat sekaligus keluarga baru. Ini hanya ada di Pelayaran Lingkar Nusantara II. Hari pertama, kedua, dan ketiga, bisa dikatakan kami belum saling mengenal dan masih malu-malu. Bahkan parahnya, habis kenalan, beberapa menit kemudian sudah lupa lagi namanya. Namun di hari-hari terakhir, sungguh, kami tidak ingin berpisah.


Baik, sebelumnya saya jelaskan dulu mengapa kami bisa ikut berlayar bersama KRI Surabaya-591. Kami adalah penerima beasiswa Bank Indonesia yang membentuk komunitas bernama Generasi Baru Indonesia (GENBI). Genbi terdapat di berbagai universitas yang diberikan beasiswa oleh BI. Karena saya dari UGM, maka saya anggota Genbi UGM. Nah, BI merupakan salah satu sponsor dari kegiatan Pelayaran Lingkar Nusantara II (Pelantara II). Maka, untuk Pelantara II ini BI mengundang Genbi Jogja, Solo, dan Bali untuk mengikutinya. Agar Pembaca lebih mengenal kami, ini dia nama-nama kami: 
UGM: Cipuk Wulan Adhasari, Aldino Niki, Hurin Nur Izzah, I Nyoman Aji Duranegara Payuse, dan Ana Juliana.
UIN: Oki Lukmanul Hakim, Adi Hidayat, Budi, Sela, dan Diah. UNY: Saras NK, Atmi, Novan, dan Pepi.
UNS: Nia dan Dewa.
Undiksha: Yudi, Dede, Tara, Bayu, Habib, Alit, Taris, Mei, Indra, Olif, Ara, Shiva.
Univ Udayana: Adrin.



Awalnya, kami tidak menyangka akan diikutkan dalam pelayaran nasional yang mempertemukan wajah-wajah Pramuka Saka Bahari se-Indonesia. Ternyata acara ini sungguh luar biasa. Pelantara II ini adalah kegiatan pelayaran sekaligus perkemahan. Para peserta berasal dari Pramuka seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Pelayaran ini bekerja sama dengan TNI AL, dengan menggunakan kapal perang terbesarnya, yaitu KRI Surabaya-591. Untuk wilayah Indonesia bagian barat, mereka berangkat dari Tanjung Priok Jakarta pada tanggal 9 Februari 2013. Untuk wilayah Jawa bagian tengah berangkat dari Tegal. Kemudian, untuk wilayah Indonesia bagian timur berangkat dari Surabaya. Terakhir, untuk wilayah Bali dan Genbi, berangkat dari Bali. Kami yang tergabung dalam Genbi Jogja Solo Bali ini sebelumnya dilepas dulu di Kantor Bank Indonesia Denpasar pada tanggal 16 Februari. Tujuan akhir pelayaran ini adalah di Labuhan Haji Lombok dengan perkemahan Pramuka Saka Bahari se-Indonesia.

Mungkin awalnya agak mual ketika kapal sudah berlayar. Betapa tidak, ombaknya lumayan besar. Kita pun mudah mengantuk di dalam kapal karena berasa seperti dinina-bobokkan dalam ayunan. Tapi, keluarlah ke dek heli. Lihat! Betapa indahnya lautan ini. Lihatlah pulau di seberang sana! Jika beruntung, di pagi hari kita akan melihat lumba-lumba yang berkicau (kok kayak burung??), berlomba memamerkan lompatan indahnya. Mau yang lebih seru? Coba ke haluan depan, nikmati laju kapal. Tempat ini persis seperti tempat Rose dan Jack Dawson bermesraan di Titanic (wew :s). Rasakan setiap angin yang berhembus, lihat riak air laut yang kita terjang dengan kapal.



Dari kapal ini, saya menemukan inspirasi. Saya langsung ngetwit, 2 kegiatan yang bisa membuat kita makin bersyukur akan ciptaan Allah adalah naik gunung dan berlayar. Dengan naik gunung, kita bisa menikmati ciptaan Allah berupa hamparan hutan yang hijau, sedangkan dengan berlayar, kita menikmati ciptaan Allah berupa hamparan laut yang biru.

Di kapal ini pula, saya jadi teringat dua cerita fiktif dari Titanic dan Narnia : “The Voyage of the Dawn Treader”. Kalau Titanic sih di awal bahagia, tapi di akhir merana, sedangkan di The Voyage of The Dawn Treader, di awal merana, tapi di akhir bahagia. Bagaimana dengan KRI Surabaya-591? Awal bahagia, tengah merana, akhir bahagia lagi. Namun, saya mendapatkan pelajaran di sini. Ternyata bait pertama sebuah lagu nasyid ini benar-benar saya rasakan: 
Mengarungi samudera kehidupan
Kita ibarat para pengembara
Hidup ini adalah perjuangan
Tiada masa ‘tuk berpangku tangan

Inilah Samudera Hindia, sedang kami lewati. Kami sekapal mengembara dari Jakarta menuju Pulau Lombok untuk mengadakan perkemahan yang pasti banyak manfaatnya. Untuk menuju Pulau Lombok, penuh perjuangan. Rasa mual, pusing, ngantuk, harus dilawan, terutama oleh para ABK. Kalau ABK mual, siapa yang akan membawa kapal ini? Saya lihat, sejak kapal ini lepas jangkar dari pelabuhan sampai pemberhentian selanjutnya, para ABK begitu sibuknya mengurus kapal ini. Ke mana tujuannya, harus diukur dengan koordinat yang pas. Jika ombaknya seperti ini, maka kecepatannya harus bagaimana, dan lain sebagainya. Saya tidak begitu paham. Yeah, memang tidak ada waktu untuk berpangku tangan bagi mereka.

Tulisan ini baru sebagian kecil dari yang ingin saya tumpahkan dari pengalaman berlayar dan berkemah bersama teman-teman Genbi. Ini hanya tulisan pengantar. Insya Allah nanti akan saya lanjutkan dengan “The Diary of Pelantara”.

The Diary of Pelantara (1), klik:
 http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-1.html

1 komentar: