Berhati-hatilah
pada penipuan yang mengatasnamakan rektor, dekan, dirmawa, dsb. Setidaknya ini
yang baru saja saya alami. Tapi alhamdulillah saya aman, tidak jadi kena tipu.
Demikian
kronologinya, yang akan saya lanjutkan dengan analisis.
Pada Hari
Senin, 22 April 2013 sekitar pukul 13.00, saya masih di kos, bersiap-siap untuk
ke kampus. Saya berencana mau melihat langsung uji coba Smartcard di Jalan Sosio-Yustisia. Handphone Samsung saya tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk
dari nomor: 08161622116. Sengaja saya publikasikan nomer ini agar Pembaca
waspada jika dihubungi oleh nomer ini.
Saya angkat
telepon itu. “Halo, assalamu’alaikum”.
“Wa’alaikumussalam.
Benar, ini dengan Mbak Cipuk?” suara dari seberang.
“Iya, benar.”
jawabku.
“Ini dari
Ditmawa, Mbak. Mbak Cipuk sudah terima SMS dari kami?”
“SMS apa ya
Pak?”
“Ya sudah,
nanti saya kirim SMS-nya sebentar.”
Si “Ditmawa”
pun menutup teleponnya. Kemudian, dia mengirim SMS ke saya. Belum sempat saya
baca, dia menelepon saya lagi.
“Bagaimana Mbak
Cipuk, sudah dapet SMS-nya? Bisa ikut ya?”
“Wah, maaf
Pak, belum saya baca.”
Gile ni orang,
kasih waktu dulu lah buat mbaca SMS. Kemudian SMS pun saya baca. Isinya begini:
Saya Bpk Drs. Haryanto, Ditmawa UGM,
mengundang Sdr. Cipuk Wulan Adhasari untuk mengikuti seminar dan pelatihan
kewirausahaan pada tanggal 27-28 April di Hotel Borobudur Jakarta. Harap segera
menghubungi Pak Pratikno : 081222211034. Trims.
Wuidiiih...
Hotel Borobudur? Nggak salah?? Itu kan tempatnya Indonesian Lawyers Club. Nggak
mungkin ah seorang Cipuk bisa nginep di sana. Ya sudah, saya bales lah itu SMS:
“Iya Pak.”
Kemudian orang
itu telepon saya, “Gimana Mbak? Sudah bales kan?”
“Sudah, Pak.
Emang itu acara apa ya, Pak?”
“Jadi itu
acara seminar kewirausahaan. Dari mahasiswa UGM ada 5 orang yang kami pilih
untuk ikut. Ya sudah ya Mbak, segera telepon Pak Pratikno.”
Tanpa rasa
curiga saya pun menelepon nomer yang ada di SMS tersebut. Waduh, agak canggung
nih nelepon Pak Rektor UGM. Telepon saya pun diangkat.
“Halo, Mbak
Cipuk ya?” “Iya Pak.”
“Gimana Mbak,
bisa kan ikut seminar itu? Jadi, Mbak beserta 4 mahasiswa UGM lain saya minta
untuk menemani saya di Seminar kewirausahaan di Jakarta. Jadi acaranya nanti
tanggal 27-28 April di Hotel Borubudur Jakarta. Bagaimana, ada waktu kan besok
Sabtu-Minggu ini?” suaranya emang agak mirip Pak Praktikno.
“Bisa Pak.”
Duh, tapi sebenernya ada Sekolah Kementrian nih.
“Baik. Jadi
begini Mbak Cipuk, nanti untuk akomodasi, transportasi, dsb ditanggung oleh
Dikti. Seminar ini dibiayai oleh anggaran Dikti yang disisihkan. Setiap orang
akan mendapatkan 8 juta rupiah. Ini dalam bentuk travellers cheque, tapi bukan cash,
jadi akan dikirim ke rekening masing-masing peserta. Mbak Cipuk ada rekening
bank kan? Bank apa?”
“Ada, Pak.
Bank Muamalat.”
“Baik. Tapi
karena transfer itu maksimal hanya bisa mengirim 5 juta, jadi hari ini akan
kami kirim 5 juta dulu. Bisa Mbak diktekan berapa nomer rekeningnya?”
Saya pun
membacakan nomer rekening Bank Muamalat saya.
“Baik. Selain
Muamalat ada yang lain?”
“Ada, Pak, BNI.”
“Baik, tolong
bacakan.” Saya juga membacakan nomer rekening BNI saya.
“Baik, Mbak
Cipuk, bisa ke ATM sekarang? ATM mana yang lebih dekat? Muamalat atau BNI?”
“Muamalat,
Pak.” Saya pikir lebih dekat Muamalat yang ada di Hokben Jakal.
“Nah, sekarang
juga tolong ke ATM ya. Oya, pembicaraan kita ini direkam oleh Dikti lho,
sebagai pertanggungjawaban keuangannya. Jadi tolong telepon ini tetap aktif,
jangan ditutup. Nanti kalo sudah sampai ATM, tolong beri tahu saya. Tapi sekali
lagi jangan tutup teleponnya.”
Saya pun
bersiap-siap. Eiiitss... Tunggu!!! Masa sih itu Pak Pratikno?? Saya juga heran,
kayaknya Pak Praktikno suaranya nggak kayak gitu deh, suaranya lebih berat.
Saya pun langsung berpikir bahwa ini penipuan. Aduh, jangan2 rekeningku mau
diapa-apain nih.
Saya pun
langsung bilang, “Maaf Pak, ke ATM yang BNI saja.” Saya langsung berpikir cepat
untuk mengalihkan ke BNI karena rekening di BNI memang sudah saya kosongkan. Saya
pindahkan semua isi tabungan ke Bank Muamalat. Menghindari riba bro, hehe.
Kembali lagi
ke cerita. Saya gugup sekali. Secepatnya, saya langsung tutup hape saya dengan
bantal agar tidak ketahuan apa yang akan saya lakukan. Saya ambil hape Sony
Ericsson yang berisi kartu As. Saya mau mencari Yanuar, minta nomer Pak
Pratikno. Ingin saya bandingkan nomernya, apakah sama dengan yang saya hubungi
barusan. Wah, ternyata, di hape Sony Ericsson tidak ada nomernya Yanuar. Hanya
ada nomernya Bibi, Ratri, dan Fathin, karena mereka pernah menghubungi saya ke
nomer As di hape Sony Ericsson. Ya sudah, saya pun menelepon Bibi, barangkali
dia lagi di sekre BEM KM bersama Yanuar. Ternyata, Bibi di kampus. Selanjutnya,
saya menelepon Ratri. Langsung saja saya tanya, apakah punya nomernya Pak
Praktikno. Alhamdulillah, Ratri punya. Setelah saya bandingkan, ternyata
nomernya beda. Hmmm, fix. Ini penipuan.
Kemudian, saya
ambil lagi hape Samsung. Saya lanjutkan lagi pembicaraan dengan Pak Praktikno
gadungan tadi. Belum sempat saya ngomong, si bapak ini sudah bertanya,
“bagaimana Mbak, sudah sampai ATM?”
“Maaf, Pak.
Pulsa saya mau habis. Saya matikan dulu ya.” Padahal pulsa saya masih cukup,
hehe.
“Ya sudah
Mbak, nanti saya telepon balik saja.” Telepon pun ditutup.
Kemudian saya
ditelepon oleh nomer yang pertama menghubungi saya, yaitu orang yang mengaku
Pak Haryanto. Saya tolak panggilan itu. Ditelepon lagi, saya tolak lagi.
Ditelepon lagi, saya diamkan saja. Sudahlah. Apapun yang akan dilakukan oleh
dua orang penipu itu, saya tidak peduli lagi.
Saya pun
membuka Whatsapp grup PH BEM KM. Ternyata Dio, melalui nomer pengaduan,
ditelepon oleh si “Haryanto palsu” itu. Dia mencari saya. Karena di BEM KM saya
menjabat sebagai Menteri Advokasi, bisa saja sewaktu-waktu saya dicari orang
untuk menyampaikan pengaduan. Dio pun memberikan nomer hape saya ke orang
tersebut, barangkali mau melaporkan aduan. Hmmm, jadi mulanya dari sini.
Kemudian, saya berangkat ke Bank Muamalat, mencetak buku tabungan.
Alhamdulillah, uang saya masih utuh. Jelas masih utuh lah, kan saya cuma ngasih
nomer rekening.
Oke, sekarang
mari kita analisis kasus tersebut. Semoga kita bisa lebih waspada dengan modus
penipuan semacam ini.
1. Sepertinya
si penipu tidak tahu kalau Direktur kemahasiswaan UGM telah berganti. Dia
memperkenalkan diri dengan nama Drs. Haryanto (panggilannya Pak Sentot),
Ditmawa UGM. Padahal, sekarang telah berganti Pak Senawi. Singkatannya pun
bukan Ditmawa, tapi DIRMAWA.
2. Nomer
hape Pak Pratikno jelas berbeda. Nomer hape Pak Pratikno adalah 0811xxxx02.
Demi menjaga keamanan Pak Rektor, saya rahasiakan angka tengahnya. Yang penting
perhatikan angka depan dan belakangnya.
3. Si
“Pak Pratikno palsu” ini tidak konsisten dengan ucapannya. Dia mengatakan bahwa
pembicaraan kami sedang direkam oleh Dikti, jadi jangan tutup teleponnya. Tapi
ketika saya mengatakan bahwa pulsa saya mau habis, dia pun mau menutup
pembicaraan. Berarti rekamannya mati donk? Jika memang telepon itu akan
direkam, seharusnya si “peminta pembicaraan” yang menelepon, kan bisa saja
orang yang diminta untuk menghubungi itu pulsanya limit. Istilah jawanya “sing butuh sopo?”. Jadi, yang butuh
pembicaraan itu siapa sih? Gila aja, kalau jarak dari kos sampai ATM
membutuhkan waktu 10 menit, berapa rupiah yang kita habiskan untuk tetap
menyalakan pembicaraan telepon itu? Belum ketika di ATM disuruh ngapa-ngapain. Lebih
miris lagi, bagaimana jika saya sedang berada jauh dari ATM?
4. Saya
yakin, ketika saya sudah sampai di ATM, saya disuruh untuk menekan tombol
tertentu yang menyebabkan uang di rekening saya habis. Mengapa si penipu ini
begitu terburu-buru menyuruh saya ke ATM sekarang juga? Bagaimana kalau saya
sedang kuliah? Masa saya harus keluar kelas dan mencari ATM? Jauh, Bung!
Saya jadi ingat
novel “Negeri Para Bedebah”. Di novel itu diceritakan, si tokoh bernama Thomas
berusaha untuk keluar dari penjara. Thomas menipu sipir penjara dengan
mengiming-imingi uang Rp 2M, tapi harus dimbil saat itu juga di ATM. Thomas pun
menyuruh si sipir untuk menghubungi istrinya agar mengecek ATM saat itu juga,
apakah benar uang sebesar 2 M sudah masuk. Nah, ketika istri si sipir telah
sampai di ATM dan mengecek saldo tabungan, ternyata benar, uang sebesar 2 M
telah masuk. Thomas pun berhasil keluar dari penjara. Kemudian, Thomas menyuruh
bawahannya untuk menarik kembali uang 2 M yang baru saja ditransfer. Ya sudah,
habis sudah uang tabungan si sipir tadi.
5.
Tidak ada Travellers Cheque yang langsung dikirimkan ke rekening bank.
Namanya juga cek. Cek adalah surat perintah tanpa syarat dari nasabah kepada
bank tempat nasabah tersebut menyimpan uangnya untuk membayar sejumlah
uang kepada orang yang disebutkan dalam cek tersebut. Jadi, bentuk cek itu cuma
selembar kertas yang harus ditandatangani oleh orang yang ditunjuk, kemudian
dicairkan di bank. Kita pun langsung menerima uang cash.
Demikian juga
dengan travellers cheque. Cek ini
dikeluarkan oleh bank (issuer bank)
yang bank tersebut sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang
ditunjuk/yang menandatangani cek tersebut sehubungan dengan agenda perjalanan.
Anehnya, saya
tidak diminta ke Dirmawa untuk menandatangani travellers cheque, tetapi langsung ke ATM untuk mengecek saldo. Yeah,
sepertinya si penipu ini harus belajar Hukum Surat Berharga deh.
6. Di Gedung Rektorat UGM, kantor Dirmawa dan
Rektor jauh. Pak Senawi (tapi si Penipu mengaku Pak Haryanto) dan Pak Pratikno
adalah pejabat di rektorat yang sama-sama sibuk. Tidak mungkin keduanya duduk
berdua hanya untuk membahas rencana perjalanan seminar. Orang sekelas rektor
tidak perlu menghubungi mahasiswa, apalagi mengurusi transfer uang. Beliau
punya sekretaris dan pegawainya yang lain yang memang bertugas untuk mengurusi
semua kegiatan beliau.
Kebodohan dua
orang penipu juga terlihat saat saya menutup telepon ke nomer Pak Pratikno
palsu, kemudian saya ditelepon oleh Pak Haryanto palsu. Nah, berarti mereka
berdua ada di tempat yang sama kan? Padahal, kantor Dirmawa ada di lantai 1,
sedangkan kantor Pak Rektor ada di lantai 2.
Ada banyak hal
yang sedang dipikirkan oleh Pak Praktikno dan Pak Senawi yang jauh lebih
penting daripada sekedar seminar kewirausahaan. Pak Rektor pun saat ini lagi
pusing mikirin UKT, hehe.
7. Pasti
si penipu ini mencari saya melalui web BEM KM UGM. Di web tersebut terdapat
nomer pengaduan yang menampung siapa saja yang ingin mengadukan
permasalahannya, terutama yang berkaitan dengan kampus. Selanjutnya, aduan
tersebut akan diteruskan ke Menteri Advokasi, dalam hal ini saya. Saya rasa, Dio
telah menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu memberikan nomer hape saya ke si
penelepon. Namun, siapa sangka, ternyata si penelepon tersebut adalah penipu.
8. Jangan
mudah terbuai oleh iming-iming penipu. Si Pak Pratikno palsu mengiming-imingi
saya akan mentransfer uang sebesar Rp 8 juta. Coba, siapa yang tidak mau diberi
uang sebanyak itu? Alhamdulillah, saya masih tahan godaan. Saya tidak mudah
percaya dengan janji tersebut. Sekali lagi, saya ingat novel “Negeri Para Bedebah”. Diiming-imingi Rp 2M, ternyata cuma sesaat. Walhasil, si Thomas bisa kabur dari
penjara.
9. Hati-hati,
penipu bisa memilih korban secara acak. Bejomu Mas, ketemu saya. Mau nipu anak
hukum? Nggak bisa. Yang ada malah anak hukum yang menipu, wkwkwk. :p
Semoga Allah selalu melindungi
kita dari tangan orang-orang jahat. Aamiin.
"Mau nipu anak hukum? Nggak bisa. Yang ada malah anak hukum yang menipu, wkwkwk. :p"
BalasHapusPunchline ini agak ambigu dan terkesan mengundang pembaca berkomentar negatif mengenai anak hukum lho mbak -__-
memang demikianlah keadaan hukum saat ini. Isinya ahli hukum tapi juga ahli menipu. Doakan semoga saya tidak demikian.
BalasHapusSaya smlm dapat musibah yg sama. Bodohnya saya, saya udah transfr uang 5 juta lbih ke penipu. Saya trauma n gak tau mau ngapain lg skrg
BalasHapus