Day 5: Senin, 18 Februari 2013
Bagaimana tidurnya semalem,
teman-teman? Yang cewek digangguin nyamuk-nyamuk nakal. Saya sendiri bingung
mau meluruskan badan karena karpetnya sempit, kaki saya pasti kena tanah rumput.
Tapi ternyata masih mending yang cewek, ada rumputnya. Di tenda cowok, mereka
tidur seperti refleksi badan. Mereka tidur di atas kerikil. Dan masih mending
juga tenda cewek, di bawah tiang lampu. Di tenda cowok tidak ada penerangan
sama sekali!
Baik, ayo segera persiapan
upacara pembukaan Kemah Temu Saka Bahari. Pukul 08.00 kami harus sudah
berkumpul di lapangan. Waduh, saya masih mengantri mandi. Oya, saya belum
cerita kondisi kamar mandi dan toilet di sini. Untuk putri, ada kamar mandi
yang telah dibangun di dekat tenda-tenda putri, sejumlah 20 kamar mandi. Tentu
saja, kamar mandi ini menimbulkan antrian yang panjang mengingat jumlah peserta
putri sekitar 400 orang. Adapun untuk kamar mandi putra, lebih mengenaskan.
Mereka dibuatkan kamar mandi semi permanen. Saya nggak lihat seperti apa
dalamnya sih, Cuma diceritain kondisinya. Ngakak, bro. Ternyata nggak jauh beda
sama kamar mandi di KRI. Terbuka semuanya, haha. Makanya, anak-anak Genbi cowok
lebih senang mandi di mushola dekat perkemahan.
Selesai mandi, saya melewati
tenda kontingen DIY. Wah, senangnya ketemu orang-orang dari kampung halaman
yang sama. Dan bahasa Jawa Jogja kami pun keluar. Di tenda ini, mereka sedang
bersiap untuk upacara. Uniknya, ada sepasang cowok-cewek yang didandani dengan
pakaian adat Jogja. Saya tanya untuk apa, ternyata memang akan ada ikrar “Bhineka
Tunggal Ika”, sehingga setiap kontingen harus mengirimkan perwakilannya yaitu
sepasang cowok-cewek yang didandani dengan pakaian adatnya masing-masing. Ini
nih yg dari Jogja, pake surjan (tapi saya lupa tanya namanya, hehe).
Kontingen dari DIY |
Kontingen-kontingen dari berbagai daerah |
Kami sarapan, kemudian pukul
08.00 kami berkumpul di lapangan utama. Awalnya, instruksi berbarisnya adalah kontingen
berkumpul, disatukan. Jadi, kami dari Genbi berkumpul semua di ujung paling
kanan. Ternyata, instruksinya berubah. Putra dan putri dipisah. Akhirnya,
bubarlah barisan selapangan, mencari barisannya lagi. Harus geser tiga ke
samping kiri, ke kanan, dan entah, sudah berapa langkah kami bergeser
kanan-kiri. Masya Allah, sudah satu jam kami menunggu kepastian barisan, sambil
menunggu Wakil Gubernur NTB datang untuk memberikan amanat pembina upacara. Oh,
kami dijemur! Para tamu undangan sih enak, duduk pake kursi, beratap pula!
Alhamdulillah, datang juga
akhirnya Bapak Wakil Gubernur NTB. Upacara pun dimulai pukul 9 lewat.
Sebelumnya, ada penampilan tarian dari Lombok, kemudian pembacaan ikrar “Bhineka
Tunggal Ika” yang dimeriahkan oleh perwakilan dari setiap kontingen yang
memakai pakaian adat mereka. Di akhir upacara, dimeriahkan oleh marching band
dari Akmil Lombok Timur. Upacara selesai sekitar pukul 11.00. Bisa dibayangkan
betapa gerahnya?? Setelah upacara, ada materi dari Wakil Gubernur NTB.
Karena di tenda jauh dari colokan
listrik, apalagi lampu, kami susah mencari tempat untuk menge-charge hp. Maka, kami rame-rame ke
panggung utama untuk ngecharge hp. Di panggung ini sudah tertata rapi alat-alat
musik yang sebelumnya ada di kapal. Kami pun memainkannya. Hwaaah, saya kangen
main keyboard! Yamaha PSR S-710, sama persis keyboard di rumah yang sudah
terjual sejak Idul Adha tahun lalu.
Akang Oki, sok kece |
Setelah dhuhur, acara cukup
lowong. Tapi tiba-tiba tamu bulanan saya datang dan rasanya nyeri banget. Saya
pun menuju posko kesehatan. Di sana saya disambut dengan sangat ramah oleh
Khairi. Khairi pun memperkenalkan saya dengan teman-teman, “ini Cipuk, teman
saya dari Jogja.” Subhanallah, Khairi ini emang baik banget. Baru kenal kemarin
sore, sudah dianggap seperti teman akrab.
Malam harinya, ada pentas seni
lagi. Saya, Hurin, dan Ana jalan-jalan keliling warung pinggir pantai.
Tiba-tiba, saya disapa oleh Khairi. Dia mengajak saya untuk mampir ke tenda
tidurnya. Wah, ternyata tim kesehatan ini tidurnya di tepi pantai. Saya ngobrol
berdua dengan Khairi sambil menghadap laut timur. Di seberang sana, Pulau
Sumbawa terlihat gelap namun masih ada kelap-kelip lampunya. Betapa indahnya. Saya
ingin sekali suatu saat ke Pulau Sumbawa dan Sumba sambil menunggang kudanya. Khairi juga mengatakan bahwa di Sumbawa masih kekurangan guru, sehingga siapapun yang ingin mendaftar jadi guru di sana pasti diterima. Bagus nih klo KKN di sana. Memang sudah menjadi cita-cita saya untuk ikut memeratakan pembangunan dengan mengabdikan diri ke luar Jawa. Insya Allah, semoga Allah meridhoi.
Setelah Khairi makan malam, saya diajak untuk bertemu tim kesehatan yang lain. Ternyata mereka sedang membuat beberok, yaitu makanan asli Lombok, semacam pelecing kangkung dengan sambal terasi dan tomat mentah. Sambil menunggu beberoknya selesai dibuat, saya ngobrol dengan bapak pembinanya. Kami diceritakan banyak hal tentang Lombok. Sumpah, orang-orang Lombok ini ramah banget!
Setelah Khairi makan malam, saya diajak untuk bertemu tim kesehatan yang lain. Ternyata mereka sedang membuat beberok, yaitu makanan asli Lombok, semacam pelecing kangkung dengan sambal terasi dan tomat mentah. Sambil menunggu beberoknya selesai dibuat, saya ngobrol dengan bapak pembinanya. Kami diceritakan banyak hal tentang Lombok. Sumpah, orang-orang Lombok ini ramah banget!
Perbincangan ini dimulai dari
asal muasal Suku Sasak, kurang lebihnya seperti ini. Suku Sasak berasal dari
rakyat Kerajaan Majapahit yang diutus untuk bertransmigrasi dengan membawa misi
menyebarkan agama Hindu. Mereka berlayar ke timur dengan menggunakan perahu
Sak-Sak. Akhirnya mereka menetap dan berkembang di Pulau Lombok. Lombok sendiri
berarti lurus, bukan cabe seperti yang kita artikan selama ini. Kemudian,
muncullah para pedagang Arab yang datang ke Pulau Sumbawa sambil menyebarkan
agama Islam. Para pedagang ini kemudian berlayar ke barat ke Pulau Lombok.
Jadi, di Pulau Lombok ini terdapat 2 percampuran budaya. Di bagian timur, kita
menemukan banyak masjid, tapi di sebelah barat yang berbatasan dengan Pulau
Bali, kita menemukan banyak pura. Maka dari itu, musik dan tarian tradisional
orang Sasak di Lombok Barat mirip dengan musik Bali.
Selain asal mula Suku Sasak, saya
juga diceritakan tentang legenda Putri Mandalika. Kalau di Jawa, penguasa laut
selatan yang terkenal adalah Nyi Roro Kidul, masyarakat Lombok percaya bahwa
penguasa laut selatan adalah Putri Mandalika. Putri Mandalika ini adalah
seorang putri kerajaan yang cantik di Lombok, yang menjelma menjadi ikan karena
mengabdikan diri untuk negara daripada harus memilih laki-laki yang tidak dicintainya.
Beberok, pelecing kangkung dari Lombok |
Yeah.. Beberoknya sudah siap.
Saya sebagai orang Jogja yang suka makanan manis ditantang untuk makan beberok
yang super pedas ini. Tolong! Saya nggak kuat lagi! Lagi asik-asiknya ngobrol
sama orang Lombok ini, Hurin, Akang Oki, dan Pepi menjemput saya, katanya ada
kumpul sama Mang Uus, anggota TNI.
Malam ini kami begitu
bersemangat. Setelah pentas seni dari para kontingen, para TNI juga menunjukkan
kebolehannya nge-band. Wah, saya pikir TNI cuma bisa perang, haha.
Next: Menjadi bermanfaat untuk orang lain. The Diary of Pelantara (4), klik:
http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-4.html
Next: Menjadi bermanfaat untuk orang lain. The Diary of Pelantara (4), klik:
http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-4.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar