Rabu, 27 Februari 2013

The Diary of Pelantara (3)


Day 5: Senin, 18 Februari 2013

Bagaimana tidurnya semalem, teman-teman? Yang cewek digangguin nyamuk-nyamuk nakal. Saya sendiri bingung mau meluruskan badan karena karpetnya sempit, kaki saya pasti kena tanah rumput. Tapi ternyata masih mending yang cewek, ada rumputnya. Di tenda cowok, mereka tidur seperti refleksi badan. Mereka tidur di atas kerikil. Dan masih mending juga tenda cewek, di bawah tiang lampu. Di tenda cowok tidak ada penerangan sama sekali!


Baik, ayo segera persiapan upacara pembukaan Kemah Temu Saka Bahari. Pukul 08.00 kami harus sudah berkumpul di lapangan. Waduh, saya masih mengantri mandi. Oya, saya belum cerita kondisi kamar mandi dan toilet di sini. Untuk putri, ada kamar mandi yang telah dibangun di dekat tenda-tenda putri, sejumlah 20 kamar mandi. Tentu saja, kamar mandi ini menimbulkan antrian yang panjang mengingat jumlah peserta putri sekitar 400 orang. Adapun untuk kamar mandi putra, lebih mengenaskan. Mereka dibuatkan kamar mandi semi permanen. Saya nggak lihat seperti apa dalamnya sih, Cuma diceritain kondisinya. Ngakak, bro. Ternyata nggak jauh beda sama kamar mandi di KRI. Terbuka semuanya, haha. Makanya, anak-anak Genbi cowok lebih senang mandi di mushola dekat perkemahan.

Selesai mandi, saya melewati tenda kontingen DIY. Wah, senangnya ketemu orang-orang dari kampung halaman yang sama. Dan bahasa Jawa Jogja kami pun keluar. Di tenda ini, mereka sedang bersiap untuk upacara. Uniknya, ada sepasang cowok-cewek yang didandani dengan pakaian adat Jogja. Saya tanya untuk apa, ternyata memang akan ada ikrar “Bhineka Tunggal Ika”, sehingga setiap kontingen harus mengirimkan perwakilannya yaitu sepasang cowok-cewek yang didandani dengan pakaian adatnya masing-masing. Ini nih yg dari Jogja, pake surjan (tapi saya lupa tanya namanya, hehe).


Kontingen dari DIY


Kontingen-kontingen dari berbagai daerah

Kami sarapan, kemudian pukul 08.00 kami berkumpul di lapangan utama. Awalnya, instruksi berbarisnya adalah kontingen berkumpul, disatukan. Jadi, kami dari Genbi berkumpul semua di ujung paling kanan. Ternyata, instruksinya berubah. Putra dan putri dipisah. Akhirnya, bubarlah barisan selapangan, mencari barisannya lagi. Harus geser tiga ke samping kiri, ke kanan, dan entah, sudah berapa langkah kami bergeser kanan-kiri. Masya Allah, sudah satu jam kami menunggu kepastian barisan, sambil menunggu Wakil Gubernur NTB datang untuk memberikan amanat pembina upacara. Oh, kami dijemur! Para tamu undangan sih enak, duduk pake kursi, beratap pula!

Alhamdulillah, datang juga akhirnya Bapak Wakil Gubernur NTB. Upacara pun dimulai pukul 9 lewat. Sebelumnya, ada penampilan tarian dari Lombok, kemudian pembacaan ikrar “Bhineka Tunggal Ika” yang dimeriahkan oleh perwakilan dari setiap kontingen yang memakai pakaian adat mereka. Di akhir upacara, dimeriahkan oleh marching band dari Akmil Lombok Timur. Upacara selesai sekitar pukul 11.00. Bisa dibayangkan betapa gerahnya?? Setelah upacara, ada materi dari Wakil Gubernur NTB.

Karena di tenda jauh dari colokan listrik, apalagi lampu, kami susah mencari tempat untuk menge-charge hp. Maka, kami rame-rame ke panggung utama untuk ngecharge hp. Di panggung ini sudah tertata rapi alat-alat musik yang sebelumnya ada di kapal. Kami pun memainkannya. Hwaaah, saya kangen main keyboard! Yamaha PSR S-710, sama persis keyboard di rumah yang sudah terjual sejak Idul Adha tahun lalu.


Akang Oki, sok kece

Setelah dhuhur, acara cukup lowong. Tapi tiba-tiba tamu bulanan saya datang dan rasanya nyeri banget. Saya pun menuju posko kesehatan. Di sana saya disambut dengan sangat ramah oleh Khairi. Khairi pun memperkenalkan saya dengan teman-teman, “ini Cipuk, teman saya dari Jogja.” Subhanallah, Khairi ini emang baik banget. Baru kenal kemarin sore, sudah dianggap seperti teman akrab.

Malam harinya, ada pentas seni lagi. Saya, Hurin, dan Ana jalan-jalan keliling warung pinggir pantai. Tiba-tiba, saya disapa oleh Khairi. Dia mengajak saya untuk mampir ke tenda tidurnya. Wah, ternyata tim kesehatan ini tidurnya di tepi pantai. Saya ngobrol berdua dengan Khairi sambil menghadap laut timur. Di seberang sana, Pulau Sumbawa terlihat gelap namun masih ada kelap-kelip lampunya. Betapa indahnya. Saya ingin sekali suatu saat ke Pulau Sumbawa dan Sumba sambil menunggang kudanya. Khairi juga mengatakan bahwa di Sumbawa masih kekurangan guru, sehingga siapapun yang ingin mendaftar jadi guru di sana pasti diterima. Bagus nih klo KKN di sana. Memang sudah menjadi cita-cita saya untuk ikut memeratakan pembangunan dengan mengabdikan diri ke luar Jawa. Insya Allah, semoga Allah meridhoi.

Setelah Khairi makan malam, saya diajak untuk bertemu tim kesehatan yang lain. Ternyata mereka sedang membuat beberok, yaitu makanan asli Lombok, semacam pelecing kangkung dengan sambal terasi dan tomat mentah. Sambil menunggu beberoknya selesai dibuat, saya ngobrol dengan bapak pembinanya. Kami diceritakan banyak hal tentang Lombok. Sumpah, orang-orang Lombok ini ramah banget!

Perbincangan ini dimulai dari asal muasal Suku Sasak, kurang lebihnya seperti ini. Suku Sasak berasal dari rakyat Kerajaan Majapahit yang diutus untuk bertransmigrasi dengan membawa misi menyebarkan agama Hindu. Mereka berlayar ke timur dengan menggunakan perahu Sak-Sak. Akhirnya mereka menetap dan berkembang di Pulau Lombok. Lombok sendiri berarti lurus, bukan cabe seperti yang kita artikan selama ini. Kemudian, muncullah para pedagang Arab yang datang ke Pulau Sumbawa sambil menyebarkan agama Islam. Para pedagang ini kemudian berlayar ke barat ke Pulau Lombok. Jadi, di Pulau Lombok ini terdapat 2 percampuran budaya. Di bagian timur, kita menemukan banyak masjid, tapi di sebelah barat yang berbatasan dengan Pulau Bali, kita menemukan banyak pura. Maka dari itu, musik dan tarian tradisional orang Sasak di Lombok Barat mirip dengan musik Bali.

Selain asal mula Suku Sasak, saya juga diceritakan tentang legenda Putri Mandalika. Kalau di Jawa, penguasa laut selatan yang terkenal adalah Nyi Roro Kidul, masyarakat Lombok percaya bahwa penguasa laut selatan adalah Putri Mandalika. Putri Mandalika ini adalah seorang putri kerajaan yang cantik di Lombok, yang menjelma menjadi ikan karena mengabdikan diri untuk negara daripada harus memilih laki-laki yang tidak dicintainya.

Beberok, pelecing kangkung dari Lombok

Yeah.. Beberoknya sudah siap. Saya sebagai orang Jogja yang suka makanan manis ditantang untuk makan beberok yang super pedas ini. Tolong! Saya nggak kuat lagi! Lagi asik-asiknya ngobrol sama orang Lombok ini, Hurin, Akang Oki, dan Pepi menjemput saya, katanya ada kumpul sama Mang Uus, anggota TNI.

Malam ini kami begitu bersemangat. Setelah pentas seni dari para kontingen, para TNI juga menunjukkan kebolehannya nge-band. Wah, saya pikir TNI cuma bisa perang, haha.

Next: Menjadi bermanfaat untuk orang lain. The Diary of Pelantara (4), klik:
http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-4.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar