Kami mendapatkan instruksi untuk
segera packing karena ternyata jadwal
kepulangan kami maju sehari. Rencana di rundown adalah hari Jumat kami
meninggalkan Lombok. Saya sendiri tidak tahu apa alasannya, padahal saya sudah
semakin betah di sini, meski menahan panas cuaca. Dari TNI, jadwal
kepulangannya nanti malam, namun barang-barang harus segera dibawa ke kapal
pukul 11.00. Malam ini akan ditutup dengan api unggun dan penampilan kontingen
tersisa, termasuk DIY.
Siang ini banyak waktu yang
nganggur. Ya sudah, jalan-jalan aja cari oleh-oleh di pinggir pantai.
Barang-barang juga sudah kami masukkan di koper dan ransel. Saatnya merobohkan
tenda. Kamipun berlindung ke panggung utama sambil menunggu malam tiba.
Akang Oki baru saja dihubungi
oleh pihak TNI kalau Genbi boleh masuk ke KRI siang ini, daripada di daratan
nganggur nggak ada kerjaan. Ya sudah, kami menurut saja. Tapi kemudian, panitia
memerintahkan kami untuk tetap di sini bersama anak-anak Pramuka ikut upacara
penutupan. Ya sudah, sekali lagi, kami ikut saja.
Tiba-tiba, sekitar pukul 14.00,
angin berhembus sangat kencang. Entah kenapa, angin kencang ini baru bertiup di
hari terakhir kami di Lombok. Apakah Lombok sedang menangisi rencana kepergian
kami? Wah, serius ini, anginnya sangat kencang sampai tenda-tenda penjual di
pinggir pantai ada yang terbang. Demikian juga dengan panggung utama. Spanduk backdrop pun hampir terbang. Mengerikan
memang.
Angin kencang berhembus. Tadi pagi, di belakang tenda itu masih ada tenda penjual. Tapi bubar gara2 angin kencang |
Panggung utama sebelum angin kencang |
Sore hari, kami istirahat warung di luar lapangan perkemahan, ngobrol ngalor ngidul nggak jelas. Di sana ada temennya Uda Budi dari UIN Suka yang tinggal di Lombok Timur, bernama Rahmat, membawakan serabi asin Lombok dan makanan manis apa itu namanya. Dia datang bersama ibunya. Ternyata, dari hasil perbincangan, Rahmat dan keluarganya ini adalah orang asli Jogja. Orang tua Rahmat ditugaskan di Lombok Timur sejak tahun 1986. Terima kasih Rahmat dan Ibu atas makanannya. Tak lupa, kami juga sangat berterima kasih kepada keluarga Indra dan Shiva yang telah banyak membantu dalam perkemahan ini, seperti meminjamkan karpet, memberi makanan, dll.
Bersama kontingen dari Gorontalo. Beautiful gown! |
Malam hari, kami menonton api
unggun dan penampilan tersisa dari kontingen yang belum tampil, yaitu DKI
Jakarta, Jawa Timur, dan DIY. Jawa Timur nih nyeremin. Mereka menampilkan reog sampai
kesurupan. Adapun DIY menampilkan tari kreasi modern bertema kuliner. Mereka
membawakan makanan dari Jogja untuk penonton. Sip, kreatif juga. Nah, dari penampilan
semua kontingen, saya menyimpulkan bahwa memang tari Jogja itu paling halus di
antara daerah lain. Yeah, orang Jogja memang alus-alus ya, hehe.
Kontingen DIY sehabis tampil |
Pukul 22.00, acara pentas seni
selesai, kami langsung disuruh untuk kumpul di tengah lapangan untuk persiapan
kembali ke KRI. Sama seperti saat turun dari kapal, kami harus berbaris per
kontingen agar lebih tertata naik LCVP-nya. Lihatlah kontingen yang baru saja
tampil. Mereka masih mengenakan kostum adat dan harus segera berbaris untuk
naik KRI. Saya pikir, ini sungguh tidak manusiawi, naik KRI tengah malam.
Kenapa sih nggak tadi siang aja? Ngeri juga membayangkan bagaimana naik LCVP di
tengah malam yang gelap. Angin laut pun lumayan kencang. Masih ada juga beberapa
tenda yang belum dibongkar, seperti tenda panitia dan panggung utama. Wah,
bisa-bisa jam 3.00 baru berangkat nih KRI-nya.
Kami pun berbaris dengan rapi per
kontingen di lapangan utama, bersiap menunggu giliran naik KRI. Kontingen Genbi
ada di tengah barisan, jadi sepertinya masih cukup lama kami menunggu giliran.
Sampai pukul 23.00 lewat pun barisan sebelum kami belum habis. Ngantuk? Tentu
saja. Tapi untung ada hiburannya. Di sebelah kanan barisan kami ada kontingen
dari Gorontalo. Seperti yang telah saya ceritakan sebelumnya saat kami menunggu
giliran turun dari kapal, kontingen Gorontalo ini kembali menghibur dengan
dipimpin oleh pembinanya yang mirip Sule. Mereka nyanyi-nyanyi yel mereka
dengan kompak, nyanyi lagu pramuka, main tebak-tebakan, pokoknya jangan sampai
ada yang ngantuk dan bosan. Saya salut dengan Mas Pembina yang mirip Sule ini.
Pinter banget beliau mengangkat mood anak didiknya.
Ini nih lagu dari kontingen
Gorontalo yang unik menurut kami:
cinta lokasi di bumi di perkemahan
mungkinkah cintaku sebatas patok tenda
tenda dibongkar, sayonara cinta...
Akhirnya, giliran kami untuk naik
LCVP. Waduh, ngeri banget, man! Ini tidak seperti saat kami pertama kali turun
dari LCVP ke daratan Lombok dengan turun di dermaga yang landai. Lha ini, kami
benar-benar seperti turun masuk sumur. Dermaga tempat kami naik LCVP ini lebih
tinggi dari laut. Kapal LCVP menunggu di bawahnya. Maka, ada TNI telah
membuatkan tangga bantuan dari tali dan bambu untuk turun dari dermaga ke LCVP
tersebut. Kami harus ekstra hati-hati ketika menuruni tangga. Kepleset sedikit,
bisa nyemplung laut. Serius!
Kapal LCVP rombongan saya sudah
penuh, dan kami pun meluncur ke KRI. Alhamdulillah, merapat lagi ke KRI pukul
00.00. Kami pun diminta untuk menempati tempat tidur seperti saat berangkat.
Yang cowok? Tank deck lagi, haha.
Mau menikmati laut lagi? The Diary of Pelantara (7). Klik:
http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-7.html
Mau menikmati laut lagi? The Diary of Pelantara (7). Klik:
http://cipukoya.blogspot.com/2013/02/the-diary-of-pelantara-7.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar