Rabu, 27 Oktober 2010

Hai Mahasiswa, Bergeraklah!


                Menjadi mahasiswa idealis, oportunis, atau pragmatis, adalah pilihan. Menjadi mahasiswa kupu-kupu, kunang-kunang, atau kura-kura, juga pilihan. Semua pilihan tersebut mempunyai tujuan masing-masing.
                Ketika seseorang telah memasuki bangku kuliah dan meninggalkan bangku sekolah, nama yang disandangnya pun telah berubah, dari siswa menjadi mahasiswa. Artinya, tugas yang disandangnya telah berubah. Masa sekolah adalah masa yang penuh dengan kesenangan. Yang ada di pikiran hanya belajar untuk menjadi juara kelas, olimpiade, dan suksesnya acara yang diorganisasi bersama teman-temannya. Namun, setelah menjadi mahasiswa, aktivitas tersebut harus lebih dikembangkan lagi.
Ambarukmo Plaza, selalu
jadi tempat favorit mahasiswa
untuk menghabiskan waktu, tenaga,
dan uang
                Tipe mahasiswa ada tiga, yaitu mahasiswa kupu-kupu, kunang-kunang, dan kura-kura. Kupu-kupu, berarti kuliah pulang, kuliah pulang. Setelah jam kuliah selesai, langsung pulang ke kos atau mampir dahulu ke perpustakaan meminjam buku. Yang ada di pikirannya adalah berbagai macam cara supaya IP-nya selalu cumlaude setiap semester dan lulus cepat dengan nilai istimewa. Ketika ada seorang mahasiswa memutuskan untuk menjadi mahasiswa bertipe ini, pilihan tersebut tidaklah salah karena dia mempunyai tujuan hidup yang jelas, yaitu lulus cepat dan langsung mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, mahasiswa seperti ini cenderung tertutup, tidak ingin melihat dunia luar, tidak peka terhadap situasi, dan hanya berjuang untuk dirinya sendiri tanpa pernah memberikan kontribusi yang berarti untuk kampusnya. Adapun mahasiswa bertipe kunang-kunang atau kuliah nangkring, kuliah nangkring, adalah mahasiswa yang suka bersenang-senang. Setelah jam kuliah selesai, dia langsung pergi ke mall, bioskop, nge-game, dan aktivitas hiburan lainnya. Yang ada dalam pikirannya adalah hanya ingin refreshing setiap hari karena kuliah yang dijalaninya terasa berat sehingga mencari pelampiasan pada hiburan dan konsumerisme. Mahasiswa yang bertipe seperti ini tidak peka terhadap situasi yang sedang terjadi dan sangat sukar untuk dinasehati. Kuliah hanya dianggap sebagai aktivitas harian yang tanpa makna. Terakhir, mahasiswa bertipe kura-kura atau kuliah rapat, kuliah rapat, adalah mahasiswa yang sangat peka terhadap situasi. Setelah jam kuliah selesai, dia menyempatkan diri untuk beroganisasi. Misalnya, berbagi pikiran dengan teman-temannya tentang isu yang sedang hangat, bermusyawarah untuk mengadakan sebuah acara yang bermanfaat, atau bergabung dengan pers mahasiswa untuk mengkritik kebijakan yang kurang bersahabat sekaligus menyuarakan kebenaran. Mahasiswa seperti ini lebih mudah untuk bersosialisasi dengan siapapun, tidak mementingkan dirinya sendiri karena merasa bahwa dia tidak hidup sendiri di dunia ini dan masih banyak problema yang harus dipikirkan bersama teman-teman.
                Saat ini, Indonesia sedang dalam kondisi terpuruk. Sebagai generasi muda pengubah bangsa, sudah menjadi tugas mahasiswa untuk lebih peka terhadap situasi. Generasi penerus bangsa sudah tidak dibutuhkan lagi oleh bangsa ini. Sebab, penerus bangsa berarti meneruskan keterpurukan bangsa ini. Aksi yang dibutuhkan adalah sebuah perubahan. Hal ini berarti harus lahir generasi pengubah bangsa.
                Usia mahasiswa adalah usia muda yang sangat potensial untuk melakukan perubahan karena dipenuhi oleh ide-ide cemerlang. Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dimulai dari perannya dalam kehidupan kampus. Anggap saja, kampus adalah bangsa yang harus dibenahi. Setiap kebijakan yang keluar dari pihak rektorat harus dikaji lebih dalam agar tidak terjadi kesalahpahaman dari berbagai pihak karena tidak setiap kebijakan pasti baik untuk mahasiswanya. Ketika ada sebuah kebijakan yang tidak menguntungkan banyak pihak apalagi masyarakat luas, mahasiswa harus berani memberikan masukan kepada rektoratnya untuk meninjau kembali kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kajian dan membuat sebuah tulisan kritikan di media kampus atau media di luar kampus. Jika masalah tersebut sudah mencapai tingkat di atas ambang kewajaran, aksi turun ke jalan bisa dilakukan.
                Kampus yang memiliki mahasiswa dari berbagai penjuru negeri, pasti mempunyai pengaruh yang besar tehadap daerah sekitar, bahkan sampai negara. Maka, jika kampus tersebut mengeluarkan sebuah kebijakan yang tidak bisa diterima oleh masyarakat sekitar, mahasiswa harus bergerak, jangan hanya diam. Masyarakat luar kampus tidak mungkin bisa memprotes kebijakan tersebut, tetapi hanya terkena dampaknya. Jika bukan mahasiswa dan civitas akademika yang memperjuangkan nasib masyarakat, siapa lagi? Secara tidak langsung, masyarakat menitip pesan pada mahasiswa untuk melakukan suatu perubahan yang bisa berpengaruh pada masyarakat luas.
                Sangat disayangkan apabila mahasiswa hanya menghabiskan waktunya di bangku kuliah dan mall tanpa pernah merasakan serunya diskusi bersama teman-teman dan panasnya terik matahari saat aksi. Mahasiswa yang hanya berjuang untuk dirinya sendiri tidak mempunyai sesuatu yang bisa dipersembahkan untuk kampusnya. Maka, ketika memasuki dunia kerja, dia akan terkejut karena tidak mempunyai pengalaman organisasi. Berbeda dengan mahasiswa yang mempunyai pengalaman organisasi, pasti akan terbiasa menghadapi masalah dalam dunia kerja dan bisa berpikir lebih dewasa. Jangan biarkan usia yang potensial ini berlalu begitu saja. Mahasiswa dianugerahi intelektual yang luar biasa yang harus digunakan untuk kemajuan bangsa. Banyak hal yang harus dibenahi di sekitar kita. Jadilah mahasiswa ideal bertipe kura-kura, yang tidak hanya pintar berorganisasi, tetapi juga berprestasi.

Aksi pertamaku: 090909 di Gedung DPRD DIY, menuntut DPR segera menyelesaikan UU Pengadilan Tipikor
Jangan tanya apa yang diberikan oleh kampus untukmu, tetapi tanyalah apa yang kamu berikan untuk kampusmu!

Sabtu, 09 Oktober 2010

Dari Praktisi Menjadi Akademisi (Part 2)

Menjadi dosen yang pintar secara akademis saja tidak cukup. Seorang dosen yang pintar secara materi ilmu namun tidak pintar menyampaikan ilmunya kepada mahasiswa, pasti akan banyak mahasiswanya yang mengeluh dan tidak ingin diajar oleh dosen yang seperti ini lagi. Maka, kemampuan secara emosional sangat dibutuhkan. Dosen favorit saya adalah ketika bisa menguasai kelas dengan baik, ngedhongi, selalu memancing diskusi, tidak membuat ngantuk dan bosan, dan memberi tugas yang mendidik. Contohnya, Bu Sandradini (PIH), Mas Eddy OS Hieriej (Hukum Pidana), Bu Enny Nurbaningsih (HTN), Pak Yulkarnain (Hukum Islam), Bu Eka (HI), dll yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Gaya mengajar mereka bisa saya contoh kelak. Selain itu, ilmu agama seorang dosen juga harus kuat. Jangan sampai materi yang kita sampaikan atau gaya penyampaian kita bertentangan dengan kaidah agama.

Memang, secara finansial, pendapatan seorang dosen masih kalah jauh jika dibandingkan dengan advokat, konsultan hukum di perusahaan, atau pejabat eselon di instansi tertentu. Namun, saya lebih senang bekerja dengan hati. Saya tidak suka diperbudak, maka saya tidak ingin bekerja di sebuah departemen atau perusahaan. Saya lebih senang bekerja bebas. Orang tua saya menyuruh saya untuk menjadi PNS. Pekerjaan PNS untuk orang hukum adalah dosen, pegawai Depkumham dan departemen lain, jaksa, polisi, dll. Maka, saya memutuskan untuk menjadi dosen. Semoga tidak ada alasan bagi orang tua saya untuk melarang keinginan saya, karena dosen adalah PNS. Sebelumnya, orang tua saya pernah melarang saya untuk menjadi advokat karena swasta sehingga menyuruh saya untuk mendaftar tes CPNS Depkumham. Sekali lagi, saya tidak ingin diperbudak, bekerja di bawah tekanan atasan. Dosen memang punya atasan, yaitu dekan dan rektor, namun tidak bekerja untuk mereka. Dosen bekerja untuk mahasiswa, demi tercapainya mahasiswa yang cerdas dan hebat. Tidak perlu khawatir akan menjadi dosen miskin. Asalkan menjadi dosen yang aktif, seperti melakukan penelitian, ikut legal drafting, ikut sebuah organisasi tertentu, menjadi pembicara di berbagai seminar, atau ditambah dengan berwirausaha, insya Allah kebutuhan sehari-hari akan tercukupi, bahkan bisa surplus. Tidak apa-apa bekerja dengan gaji pas-pasan asalkan sesuai passion kita, daripada gaji besar tetapi penuh tekanan dan kebosanan, dari pagi hingga malam bekerja itu-itu saja. Dan, kalaupun memang Allah menakdirkan saya untuk menjadi miskin, yang penting jiwa ini kaya amal dan kaya ilmu.

Cita-cita awal saya untuk menjadi ketua Komnasham juga mempunyai peluang untuk terlaksana. Siapa tahu, jika saya bisa menjadi seorang dosen yang hebat, banyak dukungan untuk menjadi ketua Komnasham. Pokoknya, menjadi apa saya nanti, saya mulai karir saya dari akademisi. Banyak petinggi suatu instansi negeri ini yang memulai karirnya dari akademisi, seperti: Budiono (Wakil Presiden RI), Sri Mulyani (Mantan Menteri Keuangan, anggota World Bank), Jimly Assiddiqie (Staf ahli Presiden, mantan Ketua MK), Busyro Muqoddas (Mantan Ketua KY), Amien Rais (Mantan Ketua MPR), dan masih banyak lagi, termasuk nama-nama yang telah saya sebutkan di paragraf sebelumnya. Metro TV, TV One, dan beberapa media lain sering mengundang akademisi untuk menguak suatu kasus yang sedang hangat. Saya ingin seperti mereka!

Lingkungan belajar saya saat ini pun ikut mempengaruhi cita-cita saya. Saya kuliah di UGM, di kota pelajar, Yogyakarta. Namanya juga kota pelajar, pasti pendidikan akademik sangat dikejar di kota ini. FH UGM pun selalu menguatkan mahasiswanya pada asas-asas hukum. Jadi, teori sangat diperdalam di sini. Berbeda dengan FH UI, yang berada di Jakarta. Memang sudah kultur Jakarta yang penuh persaingan sehingga praktik lebih dikejar. Maka, banyak lulusan FH UGM yang menjadi akademisi, sedangkan lulusan FH UI menjadi praktisi.

Saat ini, saya sudah memasuki semester 3. Semester 5 nanti, insya Allah saya akan mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara (HTN) karena saya suka hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Apalagi, saya senang mengikuti perkembangan berita terkini. Berita yang berhubungan dengan HTN sering menjadi headline di berbagai media. Selain itu, hanya HTN yang bisa membuat saya semangat belajar. Maka, saya ingin menjadi dosen HTN di tempatku menggali ilmu hukum, FH UGM.

Jika saya menjadi dosen nanti, saya akan menanamkan semangat anti korupsi pada mahasiswa. Saya akan menerapkan aturan yang tegas pada setiap pelanggar ‘titip absen’ dan ketidakjujuran ujian karena menurut saya, kedua perilaku itu berpotensi pada tindakan haram korupsi di masa depan. Jika sekarang berani tidak jujur ketika kuliah, 10 tahun lagi berani korupsi berapa miliar?

Sekian cerita singkat tentang passionku. Semoga Allah meridhoi cita-citaku ini. Amin ..

Dari Praktisi Menjadi Akademisi (Part 1)

Waktu MCC, jadi Penasehat Hukum
Mengapa saya ingin masuk Fakultas Hukum? Karena saya ingin menjadi jaksa. Demikian asa saya ketika SMA, saat sedang dalam medan perjuangan untuk lulus UN dan lolos UM UGM. Beberapa bulan menjalani kuliah di Fakultas Hukum UGM, pikiran saya berubah, menjadi advokat dan Ketua Komnasham. Apalagi ketika menjalani MCC (Moot Court Competition), saya mendapat ‘tugas mulia’ untuk berperan sebagai penasehat hukum. Cita-cita saya untuk menjadi advokat semakin menjadi-jadi. Saya ingin menjadi advokat karena trenyuh pada nasib rakyat kecil yang masih buta hukum sehingga banyak yang menjadi korban dari mafia hukum dan para penegak hukum bodong. Di MCC itu, peran penasehat hukum yang saya mainkan adalah penasehat hukum probono, membela seorang tukang ojek yang terpaksa membunuh seseorang karena membela diri. Sikap seperti inilah yang ingin saya tunjukkan  ketika menjadi advokat nanti. Adapun cita-cita ingin menjadi ketua Komnasham adalah karena saya tidak begitu suka dengan Komnasham saat ini yang hanya seperti ‘macan ompong’. Komnasham tidak punya kewenangan untuk menuntut seorang pelanggar HAM di pengadilan. Berbeda halnya dengan KPK yang bisa menjadi penuntut umum di pengadilan tipikor. Maka dari itu, saya punya misi khusus di Komnasham untuk menjadikan Komnasham lebih baik lagi. Apalagi, masih banyak kasus pelanggaran HAM yang belum terselesaikan.


Orang-orang sekitar pun berpikir demikian. Ketika mereka bertanya tentang jurusan yang saya ambil, mereka pasti menebak saya akan menjadi jaksa, hakim, atau advokat. Memang, tiga profesi itu sangat identik dengan hukum. Mendengar kata hukum, pikiran masyarakat pasti tertuju kepada tiga profesi penegak hukum itu. Jika tiga profesi itu dijalankan oleh orang yang jujur, tegaklah keadilan. Sebaliknya, jika dijalankan oleh orang yang korup, runtuhlah keadilan. Jadi, orang hukum adalah penegak keadilan. Namun, seiring dengan maraknya kasus korupsi dan mafia peradilan, serta berkurangnya kepercayaan masyarakat pada para penegak hukum, saya mulai berpikir, sebaiknya hindari tiga profesi itu. Cita-cita saya pun beralih menjadi profesi yang sering dipandang sebelah mata karena tidak menguntungkan secara finansial. Namun, di tangan orang yang berprofesi inilah, calon-calon sarjana hukum dikembangkan. Ya, dia adalah: DOSEN!

Menurut saya, dosen adalah tugas yang sangat mulia karena bisa berbagi ilmu dengan mahasiswa dan bisa lebih memperdalam ilmu lagi. Saya adalah orang yang haus akan ilmu, selalu ingin tahu, dan ingin terus mengisi otak ini dengan wawasan. Saya tidak ingin ilmu yang saya dapatkan menguap begitu saja tanpa pernah saya tularkan ke orang lain. Selain itu, insya Allah dosen bersih dari korupsi. Bandingkan antara praktisi dan akademisi. Seorang praktisi sering lupa asas-asas hukum, namun seorang akademisi masih mengingat asas-asas hukum dan mata kuliah yang pernah diajarkan. Maka, ketika mengerjakan berkas MCC, kami lebih sering bertanya pada akademisi, bukan praktisi.

Saya kagum pada dosen-dosen FH UGM yang telah malang-melintang di media, seperti Denny Indrayana (Staf ahli Presiden), Fajrul Falakh (Pansel Ketua KPK), Sigit Riyanto (Anggota PBB), Zainal Arifin Mochtar (sering nongol di TV), Eddy OS Hiariej, Aminoto (proyek membuat undang-undang), dan masih banyak lagi bapak dan ibu dosen FH UGM yang mengawali karirnya dari akademisi menjadi orang yang hebat dan terkenal. Pendapat mereka sering diliput media, sering mengisi di berbagai seminar dan diskusi, dan yang menyenangkan adalah mendapatkan tiket untuk studi banding ke luar negeri. Namun, studi banding dosen dan anggota DPR berbeda. Dosen mengikuti studi banding ke luar negeri dengan terpercaya karena selain untuk kepentingan diri sendiri sebagai pemerkaya ilmu, juga untuk kepentingan kampus, mahasiswa, dan masyarakat luas. Adapun DPR, mengaku studi banding untuk kepentingan rakyat, namun laporan studi banding sama hasilnya seperti mencari data dari google. Rasanya, sia-sia mengeluarkan APBN untuk memberangkatkan anggota DPR ke luar negeri.

Freie Universitat Berlin
Untuk menjadi seorang dosen, haruslah pintar dari segi akademis, psikologis, dan emosional. Minimal, harus menempuh pendidikan sampai S2 dan menguasai bahasa Inggris aktif. Saya suka ini. Memang sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil untuk bisa bersekolah sampai setinggi-tingginya, minimal S2. Syukur, jika lebih dari itu. Saya sering menulis nama impian saya: Hj. Cipuk Wulan Adhasari, S.H., LL.M. Artinya, saya harus bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah S2 di luar negeri. Target saya, Jerman, Belanda, atau Perancis. Di sana, pendidikan hukumnya sangat bagus. Untuk kuliah S2, sudah bukan zamannya lagi masih meminta uang orang tua. Biarlah mereka bekerja untuk hari tua mereka, tidak perlu memikirkan biaya kuliah saya lagi. Adapun dosen-dosen di FH UGM, banyak yang telah menempuh pendidikan lebih dari S1. Maka, gelar pun bertebaran di depan dan belakang nama mereka. Syarat lain untuk menjadi dosen yang pintar secara akademis yaitu harus lulus cumlaude. Okay, saya merasa tertantang. Pokoknya, tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina.

Minggu, 03 Oktober 2010

Ketika Rakyat Bercermin

Ketika kita bercermin, bayangan yang tampak di cermin pastilah sama dengan diri kita. Seburuk, secantik, dan setampan apapun diri kita, seperti itulah yang tampak di cermin. Jika tidak, berarti bayangan yang tampak di cermin itu adalah hantu.

Demikian juga dengan anggota dewan. Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya mencerminkan rakyat karena mewakili seluruh rakyat Indonesia di Senayan. Sebagian rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan penuh dengan kesederhanaan sangat jauh berbeda dengan yang ditunjukkan oleh para wakil rakyat itu. Bukannya merakyat, mereka malah meminta pembangunan gedung DPR baru yang penuh fasilitas, terlalu sering pergi ke luar negeri dangan istilah "studi banding", terlalu mementingkan kepentingan golongan daripada rakyat, dan masih banyak kejelekan lain.

Karena bayangan rakyat berbeda, berarti DPR adalah.....HANTU!!



1 tahun pertama sejak pelantikan anggota DPR, DPD, MPR. Masih ada 4 tahun tersisa bagi mereka untuk mengubah diri mereka dari hantu menjadi manusia.

Minggu, 19 September 2010

Enaknya Jadi Anggota Dewan

Bagi yang ingin pergi ke luar negeri gratis, jadilah anggota dewan. Bagi yang ingin punya rumah mewah gratis, jadilah anggota dewan. Bagi yang ingin kerja di gedung full facility,jadilah anggota dewan. Anggota dewan, baik anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sama enaknya.

Pramuka SMPN 1 Galur di Waduk Sermo.
Cipuk jaket item jongkok
Belum selesai merencanakan pembangunan gedung baru DPR berbentuk U terbalik yang dilengkapi dengan fasilitas spa dan kolam renang, DPR mengirimkan satu tim dari komisi X untuk melakukan studi banding kepramukaan ke Afrika Selatan untuk menyempurnakan RUU Kepramukaan pada hari Selasa (14/9). Sungguh tidak disangka, uang rakyat senilai 795 juta rupiah harus dikeluarkan demi membiayai anggota dewan yang terhormat ke Afrika Selatan untuk belajar pramuka. Kita tidak tahu apa yang mereka lakukan di sana, entah berkunjung ke Soccer City Stadium untuk mengenang kemenangan Spanyol di Piala Dunia 2010 atau ingin sowan ke rumah Nelson Mandela agar Indonesia selalu menghargai pluralisme. Sebagai rakyat, khusnudzon sajalah, mereka belajar pramuka dengan baik kok. Mungkin mereka lupa dasar-dasar kepanduan yang telah diajarkan sewaktu SD.

DPD pun tak mau kalah pelesir ke luar negeri dan memakai uang rakyat. Mereka mengirimkan timnya untuk studi banding tentang sistem parlemen ke Inggris pada hari Jumat (17/9). Mungkin mereka lupa tentang pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah diajarkan di SMA. Atau bagi yang lulusan fakultas hukum, mereka lupa tentang mata kuliah Hukum Tata Negara yang telah diajarkan oleh dosen mereka. Khusnudzon sajalah, demi parlemen Indonesia yang lebih baik, izinkan mereka pergi ke Inggris.


Adapun yang masih hangat untuk diperbincangkan adalah rencana pembangunan rumah aspirasi yang diusulkan oleh DPR, ditiru pula oleh DPD. DPR meminta uang untuk pembangunan rumah aspirasi di daerah pemilihan masing-masing sebesar 122 miliar. DPD meminta rumah aspirasi masing-masing sebesar 30 miliar untuk setiap provinsi. Namun, apakah lebih baik jika mereka merogoh kocek sendiri untuk membangun rumah aspirasi di daerah mereka, daripada membuang APBN? Mereka kan sudah kaya, sudah mempunyai penghasilan sendiri yang bahkan bisa digunakan untuk membangun puluhan rumah. Dan agar lebih hemat, mereka bisa membuka pintu rumahnya untuk mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun khusnudzon sajalah, uang mereka sudah habis untuk kampanye pemilu legislatif 2009 lalu.


Sebagai rakyat, sekali lagi kita harus khusnudzon dengan rencana mereka membangun gedung baru senilai 1,6 T itu. Mereka telah bekerja keras memperjuangkan nasib rakyat. Berilah mereka waktu sebentar untuk relaksasi, merasakan nikmatnya spa dan segarnya berenang di kolam renang yang telah dibayar oleh rakyat.

Khusnudzon, khusnudzon, dan khusnudzon. Betapa pemaafnya bangsa ini. Anggota dewan sih enak, tinggal memakai APBN sesuka hati, toh mereka mempunyai fungsi budgeting. Namun, segampang itukah kita membiarkan anggota dewan bepergian ke luar negeri seenaknya dengan memakai uang rakyat dalam kemasan “studi banding”? Ingat, sebagian besar rakyat Indonesia bukan orang kaya yang berpajak tinggi. Banyak rakyat Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Mereka membayar pajak rendah. Namun, serendah apapun pajak mereka, jumlah pajak itu cukup tinggi bagi mereka.

Rencananya, gedung baru DPR seperti ini, gan!
Belajar kepramukaan di Afrika Selatan memperlihatkan betapa DPR tidak mempunyai urgensi agenda. DPR juga sering cuci tangan tentang rencana mereka membangun gedung baru. Kemarin mereka sangat menginginkan gedung yang lebih luas dan nyaman, sekarang mereka berkata bahwa mereka orang politik yang tidak tahu menahu tentang fungsi teknis dari gedung baru itu. Betapa pandainya mereka berkelit. Lagi pula, jika wacana pemindahan ibukota benar terjadi, bukankah membangun gedung parlemen baru senilai 1,6 T merupakan suatu pemborosan besar?

DPD pun seperti tak mau kalah menggunakan uang rakyat. Mereka latah pelesir ke luar negeri dan membangun rumah aspirasi di daerah. Seharusnya, anggota DPD yang baik adalah yang lebih banyak tinggal di daerah untuk mendengarkan aspirasi rakyat di daerah dan kembali ke pusat saat bersidang dan menyampaikan aspirasi rakyat dari daerah. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka hanya ke daerah pada saat liburan. Mereka juga tak mau kalah memperebutkan kursi ketua MPR dan meminta kekuasaan lebih yang dimiliki oleh DPR. DPD merasa seperti anak tiri.


Wahai wakil rakyat, kalian sungguh beruntung mendapatkan yang kalian inginkan. Namun, bijak-bijaklah menggunakan uang!

Minggu, 12 September 2010

Pembakaran Al Quran: Sebuah Tindakan Tidak Beradab

Tragedi 9/11
Awal Ramadhan, dunia digemparkan oleh wacana pembakaran Al Quran yang sedang direncanakan oleh sebuah gereja di Florida, Amerika Serikat, Dove World Outreach Center. Mereka akan melaksanakan aksinya pada tanggal 11 September 2010, sebagai peringatan tragedi 9/11. Lalu apa hubungannya dengan Al Quran, kitab suci agama Islam? Mereka menganggap bahwa Islam adalah biang dari tragedi 9/11 itu. Menurut mereka pula, Islam adalah agama teroris. Selain itu, mereka juga tidak setuju dengan pembangunan pusat Islam di Ground Zero, dua blok dari bekas WTC.

Miris, mendengar pernyataan mereka. 11 September 2010 adalah hari kedua Idul Fitri 1431H, hari raya bagi umat Islam. Mereka akan menodainya! Mereka akan merusak hari bahagia kita! Lebih parah adalah ketika bulan Ramadhan hampir berakhir, berita itu semakin kencang beredar. Terry Jones, pastor dari Gereja Dove World Outreach Center semakin mantap dengan rencananya. Dia dan jamaahnya akan memulai aksinya pukul 18.00 waktu setempat. Bahkan fakta juga menyebutkan, aksi mereka ini didukung oleh donatur yang pro-Israel. Jadi, sudah jelas siapa yang menjadi dalang acara ini. Reaksi dunia pun bermunculan. Kecaman, hujatan, kritikan, demonstrasi membanjiri Terry Jones dan umatnya. PBB dan Presiden AS, Barack Obama pun mengimbau mereka agar tidak melanjutkan rencana itu. Namun, Jones tetap tak bergeming. Dia akan membatalkan rencananya, asalkan Imam Feisal Abdul Rauf, pemrakarsa proyek pembangunan pusat Islam mau memindahkan lokasi proyeknya, jauh dari New York.

Imam Abdul Rauf dan Terry Jones
Ya Allah, setan jenis apakah yang meracuni pikiran mereka sampai mereka berani menentang-Mu? Mereka sepertinya ingin merasakan penderitaan pasukan Abrahah yang dihujani kerikil dari neraka oleh Allah karena ingin menghancurkan ka’bah. Sekarang versi yang lebih modern, pembakaran kitab suci Al Quran, kitab yang turun pada bulan Ramadhan. Ketika bulan Ramadhan 1431H berakhir, orang kafir Amerika ingin membakarnya. Namun, Allah telah berjanji bahwa Dia akan melindungi Al Quran sampai hari kiamat. Dan ternyata benar. Sungguh berita gembira, Jones membatalkan aksinya! Serta, tak ada kesepakatan antara Jones dan Imam Abdul Rauf tentang proyek pembangunan pusat Islam. Jadi, pembangunan pusat Islam tak akan pindah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Namun, umat Islam sedunia belum bisa tersenyum sepenuhnya. Ada lagi kelompok lain yang lebih ekstrem, menyobek beberapa lembar Al Quran di depan Gedung Putih! Hanya ada 6 orang yang ikut dalam demonstrasi itu, namun mereka sangat radikal dalam memerangi Islam. Mereka tidak suka ayat Al Quran yang ingin memerangi Yahudi dan Nasrani. Mereka sebenarnya hanya salah paham terhadap Al Quran dan hanya ingin mencari sensasi. Tak ada yang menduga memang, akan ada serangan terhadap Islam dalam bentuk selain pembakaran Al Quran. Ya, kita telah kecolongan. Tidak ada yang mencegah mereka, polisi yang menjaga saja hanya mengawasi jika terjadi kerusuhan.

Sungguh itu suatu tindakan yang tidak beradab. Tindakan mereka justru membuat Amerika Serikat semakin buruk di mata dunia. Mungkin mereka sok benar. Mereka pintar memainkan  emosi para korban tragedi 9/11 agar memusuhi Islam. Dengan aksi pembakaran dan penyobekan Al Quran itu, akan membuat dunia terbuka dan memandang Islam adalah agama teroris. Tapi lihatlah, yang mereka lakukan itu justru membuat mereka sendiri dibenci dunia. Hal ini sesuai dengan yang terdapat dalam Surat Baqarah 11-12:
Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar

Bayangkan! Amerika Serikat, negara yang menjadi kiblat demokrasi dan penghargaan penuh terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), tidak dapat melindungi HAM kaum muslim di sana. Amerika Serikat, negara yang sangat menjujung tinggi toleransi antarumat beragama. Dove World Outreach Center adalah representasi dari kelompok yang menentang perbedaan dalam agama. Mereka hanya men-generalisasi keburukan dari Islam, padahal dalam Islam tidak pernah diajarkan tentang keburukan. Mereka menganggap bahwa semua orang Islam adalah teroris, padahal tidak demikian. Islam adalah agama yang cinta damai, menjaga penuh hubungan antarumat beragama. Namun, ketika Islam dinodai, wajib bagi umat muslim untuk terus membelanya hingga titik darah terakhir.
“Sesungguhnya semua muslim itu bersaudara”, demikian sabda Rasulullah SAW. Ketika kaum muslim di AS berteriak, reaksi kaum muslim di seluruh dunia pun hadir.

Al Quran adalah kitab yang maha sempurna karena menyempurnakan kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah sebelumnya. Seperti asas perundang-undangan: “Lex posteriori derogat legi priori” (Undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama). Maka, sejatinya, kita harus percaya kepada isi Al Quran. Juga, tetap harus percaya pada kitab-kitab sebelumnya, Zabur, Taurat, dan Injil. Namun, yang wajib kita laksanakan adalah perintah dari Al Quran, sebagai konsekuensi dari membaca dua kalimat syahadat. Jika mengakui Muhammad sebagai rasul Allah, kita wajib mengimani Al Quran, kitab yang diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Kita juga wajib menjaganya, jangan sampai ada oknum tertentu yang menodainya.

Menanggapi aksi penghinaan terhadap Al Quran di Amerika itu, wajib bagi kita untuk mengecamnya. Namun, cukup dari sini saja, tidak perlu terbang ke Amerika untuk menghalau aksi mereka. Saat ini pun bisa kita lakukan, yaitu dengan berdoa kepada Allah agar mereka menyadari bahwa tindakan mereka salah dan jika benar terjadi, semoga Allah memberi mereka hukuman. Yakinlah, Allah telah berjanji bahwa Dia akan melindungi Al Quran sampai hari kiamat. Namun, kelompok radikal seperti mereka sangat sulit untuk dinasihati. Biarlah Allah saja yang menghakimi mereka. Manusia vs Allah SWT????? Berani??? Wallahu’alam bissawab.

Jumat, 10 September 2010

Idul Fitri Seru 1431H (part 2)


Rute takbir keliling kali ini lebih jauh daripada biasanya. Maka, para orang tua harus bersedia untuk menggendong anak-anaknya. Kami, panitia, juga lumayan repot. Kami harus membagikan makanan, apalagi untuk anak-anak kecil yang suka rewel, ada tantangan tersendiri. Setelah takbiran, kami membersihkan masjid dan bersiap untuk takbir keliling yang lebih seru untuk pertama kalinya, ikut takbiran sampai Bantul naik pick up rame-rame. Memang untuk pertama kalinya, karena pada takbiran sebelumnya, kami hanya takbir keliling jalan kaki keliling kampung. Namun kali ini, kami naik kendaraan sampai Bantul, tapi yang ikut hanya yang mau saja, karena waktu sudah pukul 22.00. Karena ini kesempatan langka, saya pun ikut. Kami membawa 2 pick up. Yang satu untuk membawa anak-anak perempuan, yang satu untuk membawa anak laki-laki dan alat-alat tetabuhan. Yang tidak ingin naik pick up, naik motor sendiri. Kami berangkat beramai-ramai seperti pawai. Kami seolah bersaing dengan rombongan kampung lain yang juga membawa alat-alat tetabuhan sambil bertakbir. Jalan Srandakan sangat ramai ketika malam takbiran. Semua berlomba mengagungkan asma Allah. Juga ada pesta kembang api.

Yang paling lucu sepertinya rombongan dari Srandakan. Betapa tidak. Rombongan lain bertakbirnya dengan rebana atau tabuh yang bernuansa islami. Namun, bukan  orang Srandakan kalau tidak nyeleneh. Kami malah membawa tetabuhan reog. Mau bagaimana lagi, hanya ini yang kami punya, haha. Mungkin orang berpikir, ini mau takbiran apa nge-reog? Yah, yang penting esensi dari takbiran tidak hilang, yaitu mengagungkan asma Allah. Sepanjang perjalanan, antara rombongan satu dengan yang lain saling bersaing. Jalanan sangat ramai, begitu meriah. Kendaraan pun membawa kami menuju Lapangan Paseban, Bantul. Namun, kami tidak berhenti di Lapangan Paseban karena penuh sesak. Jadi, kami hanya berhenti di lapangan parkir depan Kantor Polres Bantul. Kami berpesta kembang api di sini. Dar-der-dar-der!!!!! Pletok-pletok-pletok!!!!! Dari tempat kami berhenti, kami menikmati fireworks yang dinyalakan orang-orang yang ada di Lapangan Paseban. Subhanallah, indahnya...... Kami pun tak mau kalah, kami juga punya fireworks sendiri meski tak sebagus mereka, hehe .. Semua orang larut dalam kegembiraan. Moment ini memang seperti perayaan tahun baru. Namun bedanya, sebagian besar orang  berbaju koko dan berjilbab, atau setidak-tidaknya berbaju yang bernuansa Islam sambil bertakbir. Malam ini adalah malamnya umat Islam. Setelah capek, kami pulang, pukul 24.00.

Pagi harinya, saya sempat kecewa karena harus menghadapi kenyataan bahwa saya tidak bisa ikut shalat Ied di Lapangan Kedungbule karena ‘berhalangan’. Ya sudah, saya pun membantu anak perempuan Srandakan yang bernasib sama untuk menyiapkan makanan untuk syawalan se-Srandakan. Memang sudah kesepakatan bersama, siapapun yang berhalangan tidak bisa ikut shalat Ied, harus mempersiapkan makanan dan minuman untuk syawalan di Balai Desa, agar ketika orang-orang datang dari shalat Ied, suguhan makanan dan minuman sudah siap. Miris memang, bayang-bayang shalat Ied di Lapangan Kedungbule yang penuh kegembiraan berkumpul bersama warga kampung lain, yang sudah di depan mata, harus pupus. Mengutip kata-kata dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah, “Kami tidak tahu ini rahmat atau musibah, kami hanya berprasangka baik kepada Allah.” Saya pun mengambil sisi positifnya. Memang benar. Ketika Jalan Srandakan sangat sepi, saya mempunyai kesempatan untuk foto di Bundaran Srandakan. Asyik, nambah koleksi foto profil Facebook, hehe. Jarang sekali Bundaran Srandakan sesepi ini.

Syawalan ini sangat menyentuh hati siapapun yang punya salah. Namun, hanya dianggap ritual tahunan biasa bagi yang sombong dan merasa tidak punya salah. Kami jarang berpelukan sambil meminta maaf pada sesama tetangga (perempuan dg perempuan dan laki-laki dg laki-laki tentunya). Warga Srandakan dari semua golongan, pria-wanita, muda-tua, kaya-miskin, ndhuwuran-ngisoran, dari RT 01-08, juga jarang berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu, meninggalkan segala aktivitas sehari-hari. Namun di sini, kami disatukan Allah SWT dalam sebuah acara bernama SYAWALAN WARGA SRANDAKAN.

Setelah Syawalan Srandakan, saya sekeluarga ke rumah simbah kakung. Di sana, kami berkumpul dengan keluarga besar. Namun, ini hanya halal bihalal biasa, bukan syawalan. Syawalannya besok tanggal 5 Syawal. Setelah itu, kami nyekar ke makam Mbah Putri, simbah yang sangat kucintai, hiks .. Kemudian, kembali halal bihalal ke rumah simbah yang di Kulon Progo. Ada yang menarik untuk diperhatikan. Dari rumah simbah-simbah yang kami kunjungi, suguhan yang pasti ada adalah: sirup dan wafer stick yang sering disebut astor. Setelah sampai di rumah sekitar pukul 11.30, saya langsung tepar tidur karena kecapekan. Ini juga untuk refill energi karena pasti malam hari rumah saya kedatangan tamu. Dan ternyata benar.
ki-ka: Mbak Ria, Dek Niken, Cipuk, Mbak Catur

Cipuk Wulan Adhasari, dengan seluruh jiwa dan perasaan, memohon maaf atas segala kesalahan, kesombongan, kealpaan, dll yang zhahir maupun batin, yang disengaja maupun tidak.
Taqabalallahu minna wa minkum, ja’alallahu minal aidin wal faizin.
Selamat Idul Fitri 1431H.