Rute takbir keliling kali ini lebih jauh daripada biasanya. Maka, para orang tua harus bersedia untuk menggendong anak-anaknya. Kami, panitia, juga lumayan repot. Kami harus membagikan makanan, apalagi untuk anak-anak kecil yang suka rewel, ada tantangan tersendiri. Setelah takbiran, kami membersihkan masjid dan bersiap untuk takbir keliling yang lebih seru untuk pertama kalinya, ikut takbiran sampai Bantul naik pick up rame-rame. Memang untuk pertama kalinya, karena pada takbiran sebelumnya, kami hanya takbir keliling jalan kaki keliling kampung. Namun kali ini, kami naik kendaraan sampai Bantul, tapi yang ikut hanya yang mau saja, karena waktu sudah pukul 22.00. Karena ini kesempatan langka, saya pun ikut. Kami membawa 2 pick up. Yang satu untuk membawa anak-anak perempuan, yang satu untuk membawa anak laki-laki dan alat-alat tetabuhan. Yang tidak ingin naik pick up, naik motor sendiri. Kami berangkat beramai-ramai seperti pawai. Kami seolah bersaing dengan rombongan kampung lain yang juga membawa alat-alat tetabuhan sambil bertakbir. Jalan Srandakan sangat ramai ketika malam takbiran. Semua berlomba mengagungkan asma Allah. Juga ada pesta kembang api.
Yang paling lucu sepertinya rombongan dari Srandakan. Betapa tidak. Rombongan lain bertakbirnya dengan rebana atau tabuh yang bernuansa islami. Namun, bukan orang Srandakan kalau tidak nyeleneh. Kami malah membawa tetabuhan reog. Mau bagaimana lagi, hanya ini yang kami punya, haha. Mungkin orang berpikir, ini mau takbiran apa nge-reog? Yah, yang penting esensi dari takbiran tidak hilang, yaitu mengagungkan asma Allah. Sepanjang perjalanan, antara rombongan satu dengan yang lain saling bersaing. Jalanan sangat ramai, begitu meriah. Kendaraan pun membawa kami menuju Lapangan Paseban, Bantul. Namun, kami tidak berhenti di Lapangan Paseban karena penuh sesak. Jadi, kami hanya berhenti di lapangan parkir depan Kantor Polres Bantul. Kami berpesta kembang api di sini. Dar-der-dar-der!!!!! Pletok-pletok-pletok!!!!! Dari tempat kami berhenti, kami menikmati fireworks yang dinyalakan orang-orang yang ada di Lapangan Paseban. Subhanallah, indahnya...... Kami pun tak mau kalah, kami juga punya fireworks sendiri meski tak sebagus mereka, hehe .. Semua orang larut dalam kegembiraan. Moment ini memang seperti perayaan tahun baru. Namun bedanya, sebagian besar orang berbaju koko dan berjilbab, atau setidak-tidaknya berbaju yang bernuansa Islam sambil bertakbir. Malam ini adalah malamnya umat Islam. Setelah capek, kami pulang, pukul 24.00.
Pagi harinya, saya sempat kecewa karena harus menghadapi kenyataan bahwa saya tidak bisa ikut shalat Ied di Lapangan Kedungbule karena ‘berhalangan’. Ya sudah, saya pun membantu anak perempuan Srandakan yang bernasib sama untuk menyiapkan makanan untuk syawalan se-Srandakan. Memang sudah kesepakatan bersama, siapapun yang berhalangan tidak bisa ikut shalat Ied, harus mempersiapkan makanan dan minuman untuk syawalan di Balai Desa, agar ketika orang-orang datang dari shalat Ied, suguhan makanan dan minuman sudah siap. Miris memang, bayang-bayang shalat Ied di Lapangan Kedungbule yang penuh kegembiraan berkumpul bersama warga kampung lain, yang sudah di depan mata, harus pupus. Mengutip kata-kata dari buku Dalam Dekapan Ukhuwah, “Kami tidak tahu ini rahmat atau musibah, kami hanya berprasangka baik kepada Allah.” Saya pun mengambil sisi positifnya. Memang benar. Ketika Jalan Srandakan sangat sepi, saya mempunyai kesempatan untuk foto di Bundaran Srandakan. Asyik, nambah koleksi foto profil Facebook, hehe. Jarang sekali Bundaran Srandakan sesepi ini.
Syawalan ini sangat menyentuh hati siapapun yang punya salah. Namun, hanya dianggap ritual tahunan biasa bagi yang sombong dan merasa tidak punya salah. Kami jarang berpelukan sambil meminta maaf pada sesama tetangga (perempuan dg perempuan dan laki-laki dg laki-laki tentunya). Warga Srandakan dari semua golongan, pria-wanita, muda-tua, kaya-miskin, ndhuwuran-ngisoran, dari RT 01-08, juga jarang berkumpul dalam satu tempat dan satu waktu, meninggalkan segala aktivitas sehari-hari. Namun di sini, kami disatukan Allah SWT dalam sebuah acara bernama SYAWALAN WARGA SRANDAKAN.
Setelah Syawalan Srandakan, saya sekeluarga ke rumah simbah kakung. Di sana, kami berkumpul dengan keluarga besar. Namun, ini hanya halal bihalal biasa, bukan syawalan. Syawalannya besok tanggal 5 Syawal. Setelah itu, kami nyekar ke makam Mbah Putri, simbah yang sangat kucintai, hiks .. Kemudian, kembali halal bihalal ke rumah simbah yang di Kulon Progo. Ada yang menarik untuk diperhatikan. Dari rumah simbah-simbah yang kami kunjungi, suguhan yang pasti ada adalah: sirup dan wafer stick yang sering disebut astor. Setelah sampai di rumah sekitar pukul 11.30, saya langsung tepar tidur karena kecapekan. Ini juga untuk refill energi karena pasti malam hari rumah saya kedatangan tamu. Dan ternyata benar.
Cipuk Wulan Adhasari, dengan seluruh jiwa dan perasaan, memohon maaf atas segala kesalahan, kesombongan, kealpaan, dll yang zhahir maupun batin, yang disengaja maupun tidak.
Taqabalallahu minna wa minkum, ja’alallahu minal aidin wal faizin.
Selamat Idul Fitri 1431H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar