Sabtu, 09 Oktober 2010

Dari Praktisi Menjadi Akademisi (Part 2)

Menjadi dosen yang pintar secara akademis saja tidak cukup. Seorang dosen yang pintar secara materi ilmu namun tidak pintar menyampaikan ilmunya kepada mahasiswa, pasti akan banyak mahasiswanya yang mengeluh dan tidak ingin diajar oleh dosen yang seperti ini lagi. Maka, kemampuan secara emosional sangat dibutuhkan. Dosen favorit saya adalah ketika bisa menguasai kelas dengan baik, ngedhongi, selalu memancing diskusi, tidak membuat ngantuk dan bosan, dan memberi tugas yang mendidik. Contohnya, Bu Sandradini (PIH), Mas Eddy OS Hieriej (Hukum Pidana), Bu Enny Nurbaningsih (HTN), Pak Yulkarnain (Hukum Islam), Bu Eka (HI), dll yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Gaya mengajar mereka bisa saya contoh kelak. Selain itu, ilmu agama seorang dosen juga harus kuat. Jangan sampai materi yang kita sampaikan atau gaya penyampaian kita bertentangan dengan kaidah agama.

Memang, secara finansial, pendapatan seorang dosen masih kalah jauh jika dibandingkan dengan advokat, konsultan hukum di perusahaan, atau pejabat eselon di instansi tertentu. Namun, saya lebih senang bekerja dengan hati. Saya tidak suka diperbudak, maka saya tidak ingin bekerja di sebuah departemen atau perusahaan. Saya lebih senang bekerja bebas. Orang tua saya menyuruh saya untuk menjadi PNS. Pekerjaan PNS untuk orang hukum adalah dosen, pegawai Depkumham dan departemen lain, jaksa, polisi, dll. Maka, saya memutuskan untuk menjadi dosen. Semoga tidak ada alasan bagi orang tua saya untuk melarang keinginan saya, karena dosen adalah PNS. Sebelumnya, orang tua saya pernah melarang saya untuk menjadi advokat karena swasta sehingga menyuruh saya untuk mendaftar tes CPNS Depkumham. Sekali lagi, saya tidak ingin diperbudak, bekerja di bawah tekanan atasan. Dosen memang punya atasan, yaitu dekan dan rektor, namun tidak bekerja untuk mereka. Dosen bekerja untuk mahasiswa, demi tercapainya mahasiswa yang cerdas dan hebat. Tidak perlu khawatir akan menjadi dosen miskin. Asalkan menjadi dosen yang aktif, seperti melakukan penelitian, ikut legal drafting, ikut sebuah organisasi tertentu, menjadi pembicara di berbagai seminar, atau ditambah dengan berwirausaha, insya Allah kebutuhan sehari-hari akan tercukupi, bahkan bisa surplus. Tidak apa-apa bekerja dengan gaji pas-pasan asalkan sesuai passion kita, daripada gaji besar tetapi penuh tekanan dan kebosanan, dari pagi hingga malam bekerja itu-itu saja. Dan, kalaupun memang Allah menakdirkan saya untuk menjadi miskin, yang penting jiwa ini kaya amal dan kaya ilmu.

Cita-cita awal saya untuk menjadi ketua Komnasham juga mempunyai peluang untuk terlaksana. Siapa tahu, jika saya bisa menjadi seorang dosen yang hebat, banyak dukungan untuk menjadi ketua Komnasham. Pokoknya, menjadi apa saya nanti, saya mulai karir saya dari akademisi. Banyak petinggi suatu instansi negeri ini yang memulai karirnya dari akademisi, seperti: Budiono (Wakil Presiden RI), Sri Mulyani (Mantan Menteri Keuangan, anggota World Bank), Jimly Assiddiqie (Staf ahli Presiden, mantan Ketua MK), Busyro Muqoddas (Mantan Ketua KY), Amien Rais (Mantan Ketua MPR), dan masih banyak lagi, termasuk nama-nama yang telah saya sebutkan di paragraf sebelumnya. Metro TV, TV One, dan beberapa media lain sering mengundang akademisi untuk menguak suatu kasus yang sedang hangat. Saya ingin seperti mereka!

Lingkungan belajar saya saat ini pun ikut mempengaruhi cita-cita saya. Saya kuliah di UGM, di kota pelajar, Yogyakarta. Namanya juga kota pelajar, pasti pendidikan akademik sangat dikejar di kota ini. FH UGM pun selalu menguatkan mahasiswanya pada asas-asas hukum. Jadi, teori sangat diperdalam di sini. Berbeda dengan FH UI, yang berada di Jakarta. Memang sudah kultur Jakarta yang penuh persaingan sehingga praktik lebih dikejar. Maka, banyak lulusan FH UGM yang menjadi akademisi, sedangkan lulusan FH UI menjadi praktisi.

Saat ini, saya sudah memasuki semester 3. Semester 5 nanti, insya Allah saya akan mengambil konsentrasi Hukum Tata Negara (HTN) karena saya suka hal-hal yang berhubungan dengan ketatanegaraan. Apalagi, saya senang mengikuti perkembangan berita terkini. Berita yang berhubungan dengan HTN sering menjadi headline di berbagai media. Selain itu, hanya HTN yang bisa membuat saya semangat belajar. Maka, saya ingin menjadi dosen HTN di tempatku menggali ilmu hukum, FH UGM.

Jika saya menjadi dosen nanti, saya akan menanamkan semangat anti korupsi pada mahasiswa. Saya akan menerapkan aturan yang tegas pada setiap pelanggar ‘titip absen’ dan ketidakjujuran ujian karena menurut saya, kedua perilaku itu berpotensi pada tindakan haram korupsi di masa depan. Jika sekarang berani tidak jujur ketika kuliah, 10 tahun lagi berani korupsi berapa miliar?

Sekian cerita singkat tentang passionku. Semoga Allah meridhoi cita-citaku ini. Amin ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar