Jumat, 16 Maret 2012

Kesetaraan Gender: Pengembalian Kodrat atau Tuntutan Kesetaraan?



“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.”
Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945

Sebagai hukum tertinggi, UUD NRI 1945 sudah selayaknya menjamin hak-hak asasi warga negaranya. Maka, negara wajib melindungi, menghormati, dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga negaranya. Negara harus bertanggung jawab atas terlanggarnya hak asasi manusia.


Manusia diciptakan dari laki-laki dan perempuan, kemudian dijadikan dalam berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kita saling mengenal. Ada laki-laki, ada perempuan. Tentu, secara kodrati lahiriah terdapat banyak perbedaan yang tidak bisa diperdebatkan. Namun, secara gender bisa diperjuangkan. Laki-laki mempunyai jenggot, perempuan tidak, ini kodrat. Laki-laki bersuara ngebass, perempuan tenor, ini kodrat. Laki-laki mencangkul, perempuan memasak, ini gender. Laki-laki memakai celana, perempuan memakai rok, ini gender. Banyak orang salah kaprah tentang kodrat dan gender. Sebenarnya kedua hal ini saling berhubungan, tidak boleh saling meniadakan.

Apa yang diperjuangkan oleh para aktivis yang menamakan dirinya “pejuang gender”? Kesetaraan gender tentu saja. Kesetaraan gender yang seperti apa yang mereka inginkan? Kesamaan peran antara laki-laki dan perempuan dan pembebasan perempuan dari perlakuan diskriminasi.

Perempuan dan laki-laki sama-sama makhluk ciptaan Tuhan. Dalam ajaran Islam, Allah tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan. Yang membedakan adalah tingkat ketaqwaannya. Ini harus selalu kita ingat. Namun, kita perlu ingat juga, bahwa kodrat laki-laki dan perempuan itu berbeda. Allah sudah melindungi kepentingan laki-laki dan perempuan dengan pembedaan kodrat tersebut.

Lantas, mengapa masih banyak terjadi kasus-kasus diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan? Misalnya, pembedaan gaji laki-laki dan perempuan, meskipun pekerjaannya sama, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang sebagian besar korbannya adalah perempuan, serta pelecehan seksual. Perempuan sering dianggap sebagai makhluk lemah. Tapi menurut saya,  justru perempuan itu kuat. Hanya tugas yang diembannya begitu banyak, sehingga perempuan terlihat lemah. Kondisi saat seperti inilah yang sering dimanfaatkan kaum Adam untuk menindas perempuan.

Tidak bisa dipungkiri, banyaknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan disebabkan oleh peran serta dari perempuan tersebut (victim participation). Perempuan yang suka memakai baju yang minim, pergi ke tempat-tempat berkumpulnya lelaki hidung belang, kemudian menjajakan dirinya, sebenarnya mereka justru merendahkan dirinya sendiri. Namun, di sisi lain, perempuan juga giat memperjuangkan kesetaraan gender.

Dalam ruang publik, saat ini kesetaraan gender sudah mulai muncul. Perempuan tidak lagi harus ada di balik meja sekretaris sedangkan yang menjadi boss harus laki-laki. Perempuan bisa menjadi pemimpin. Sekarang sudah banyak pemerintah daerah yang dipimpin oleh perempuan. Bahkan, pemilu legislasi untuk anggota DPR juga sudah mengakomodasi keterwakilan perempuan dengan menyediakan kuota 30 % untuk perempuan.

Sekali lagi, perempuan bukan makhluk lemah. Coba perhatikan, janda lebih kuat bertahan daripada duda. Perempuan mempunyai kodrat untuk menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, sedangkan gendernya, perempuan harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, memasak, mencuci, mengganti popok bayi. Jika dia single parent, dia masih harus bertugas untuk mencari nafkah. Namun, dia bisa bertahan dengan itu semua, setidaknya sampai 20 tahun. Adapun laki-laki, secara gender, dia berkewajiban untuk mencari nafkah utama. Secara kodrat, laki-laki tidak memiliki tugas sebanyak perempuan. Jika dia single parent, laki-laki tidak bisa mengurus urusan rumah tangga dan nafkah sekaligus. Baru beberapa bulan ditinggal istri, minta kawin lagi. Dengan segenap kekuatan dimilikinya, perempuan merasa yakin bisa mencapai derajat yang sama dengan laki-laki.

Namun, ada satu hal yang membuat saya ingin mengkritisi para pejuang gender. Memang, perempuan dan laki-laki itu sama kedudukannya di mata Tuhan, dan sama juga kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Emansipasi wanita memang bagus, namun alangkah lebih bagus jika perempuan harus dikembalikan pada kodratnya sebagai perempuan. Dalam agama saya, Islam, perempuan dan laki-laki telah diatur dalam hak dan kewajibannya masing-masing, serta tidak boleh keluar dari aturan tersebut. Saya heran, banyak pejuang gender yang lupa akan kodratnya sebagai perempuan. Jika mereka sudah berkeluarga, mereka sering melupakan kodratnya sebagai istri dan ibu sekaligus. Bagaimana mungkin mereka mengkritik iklan sebuah produk teh yang dalam adegan tersebut, istri harus melayani suaminya. Dan bagaimana mungkin, mereka menentang fiqih thaharah tentang menyucikan diri dari air seni bayi laki-laki dan bayi perempuan. Mereka juga memperjuangkan wanita karir, sehingga wanita jangan mau jika hanya sebagai ibu rumah tangga. Sebab, laki-laki dan perempuan itu setara dalam bidang apapun.

Inilah mindset yang salah dari para pejuang gender, saya rasa. Saya penasaran, apakah mereka sudah berbakti pada suaminya sebelum berkoar-koar tentang perjuangan gender? Bagaimana dengan tugas-tugas kerumahtanggaanya? Sudah beres kah? Dalam rumah tangga, ada hal-hal yang bisa dikerjakan bersama, namun tetap ada batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh suami dan istri. Yang bisa dikerjakan bersama, misalnya memasak, mencuci, menyetrika, yang identik dengan tugas istri, bisa dikerjakan oleh suami. Istri pun juga harus bisa mengganti bohlam lampu yang putus, atau memaku tembok. Namun, istri berbakti pada suami adalah hal yang mutlak dikerjakan, sepanjang tetap berada dalam jalan yang diridhoi-Nya.

Nikmati saja kodratmu, hai perempuan! Mengapa perempuan harus berjilbab? Karena Allah sayang pada perempuan, agar perempuan lebih terjaga. Mengapa perempuan terbatas pada ruang publik? Karena Allah ingin memberinya cukup istirahat karena tugas kodrati perempuan cukup banyak. Mengapa perempuan harus melayani suaminya? Karena di dalamnya ada butir-butir cinta yang akan mengantarnya ke surga. Mengapa perempuan tidak boleh ikut mengantar jenazah sampai kuburan? Karena perempuan mempunyai sisi sensitivitas yang lebih tinggi daripada laki-laki. Mengapa bagian waris perempuan separuh dari bagian waris untuk laki-laki? Karena laki-laki masih harus membaginya dengan istri dan anaknya, sedangkan bagian waris untuk perempuan boleh untuk dirinya sendiri.

Pada tahun 2012 ini, akan segera digolkan undang-undang tentang Kesetaraan Gender. Semangatnya cukup bagus, yaitu untuk melindungi hak setiap orang untuk bebas dari perlakuan diskriminatif dan mewujudkan kesetaraan gender dengan strategi pengarusutamaan gender. Namun, yang masih dalam tanda tanya saya adalah mengenai Pasal 1 butir 2 RUU Kesetaraan Gender, yang berbunyi:
Kesetaraan gender adalah kondisi yang menggambarkan kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam akses, partisipasi, kontrol dalam proses pembangunan, dan penikmatan manfaat yang sama dan adil di semua bidang kehidupan.
Dari yang saya cetak tebal, kemitraan yang selaras, serasi, dan seimbang itu seperti apa? Kemudian, kesetaraan di semua bidang kehidupan. Saya khawatir, pasal ini akan disalahgunakan oleh istri nusyuz untuk menuntut kesetaraan dalam rumah tangganya. Namun, dalam pasal-pasal lain, saya rasa sudah cukup mampu mencegah terjadinya diskriminasi terhadap perempuan.

Jadi, menurut saya, RUU ini memang penting, namun tidak terlalu penting untuk menjadi prioritas utama. Justru malah lebih penting revisi UU Ketenagakerjaan yang sudah diuji beberapa kali ke MK namun undang-undangnya belum juga direvisi, atau RUU Pembela Hak Asasi Manusia, RUU Jaminan Produk Halal, atau yang lebih penting lagi adalah revisi KUHAP yang sudah sangat kuno. Sayangnya, RUU revisi UU Ketenagakerjaan, RUU Pembela HAM, dan RUU revisi KUHAP tidak masuk prolegnas tahun 2012. Peran negara dalam hal kesetaraan gender saya rasa sudah cukup terakomodir dalam konstitusi meskipun hak perempuan tidak secara spesifik tertulis dalam pasal 28. Namun, lebih baik lagi jika amandemen ke-5 UUD menjamin hak perempuan dengan aturan yang tertulis di dalamnya.

 Cukup pahami hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan, dan kembalikan pada kodratnya masing-masing. Perempuan boleh tampil di ruang publik, namun jangan sampai melupakan tugas rumahnya. Di era modern ini, saya baru menemukan satu orang perempuan yang sampai akhirnya hayatnya, bisa menyeimbangkan antara ruang publik dan ruang privat untuk keluarga. Beliau adalah Almarhumah Yoyoh Yusroh, anggota DPR Periode 2009-2014 dari fraksi ***, mempunyai 13 orang anak yang shalih shalihah. Di tengah kesibukannya, beliau bisa menghafidzkan anak-anaknya (saya lupa anak nomer berapa saja yang sudah hafidz). Saya tidak bisa membayangkan bagaimana indahnya mahkota untuk Almh Yoyoh di akhirat nanti.

Jadi, saran saya untuk kaum feminis, sebelum memperjuangkan kesetaraan gender, baca dulu Fiqih untuk wanita J

1 komentar:

  1. Apa sih definisi kodrat? Kodrat bukankah sesuatu yang tidak bisa dipertukarkan (perannya) ya? Seperti kodrat perempuan adalah menstruasi, melahirkan, menyusui (ini pun tidak semua perempuan diberikan kemampuan itu). Lantas apakah melayani suami itu kodrat? apakah mengurus rumah tangga itu kodrat? ketimpangan seperti inilah yang kemudian menjadi beban ganda bagi perempuan dan membuat dirinya semakin tersubordinasi dalam masyarakat.

    BalasHapus