Rabu, 14 Maret 2012

Memahami untuk Membasmi (Repost)

Tulisan ini menjadi TOR dalam PPSMB 2011 FH UGM

Kita tentu tak asing dengan kata “korupsi”, “mafia hukum”, “penyalahgunaan wewenang”, atau “suap-menyuap” yang dilakukan oleh para penguasa, pengusaha, dan penegak hukum. Entah sampai kapan media akan menyiarkan berita semacam ini, sampai muncul berita baru yang menggembirakan, “Tingkat Korupsi di Indonesia Terendah Sedunia!”.
Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Dampaknya bisa dirasakan secara langsung dan merangsek ke sendi-sendi kehidupan bernegara. Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. Dampak panjang bisa dirasakan, yaitu menurunnya tingkat kesejahteraan. Sebab, uang negara yang habis digerogoti oleh koruptor, seharusnya bisa digunakan untuk membiayai pembangunan dan peningkatan kesejahteraan.

Bahaya Laten
Korupsi dan mafia peradilan merupakan permasalahan yang kian mengakar dan menjadi masalah bersama dalam penegakan hukum Indonesia. Tak ayal, perhatian masyarakat terhadap kondisi hukum yang ada kian memberikan sentimen negatif serta kecemasan akan masa depan republik ini. Tanpa disadari, korupsi telah menggerogoti berbagai aspek dalam kehidupan bernegara, yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesejahteraan rakyat. Yang lebih berbahaya lagi, saat ini korupsi tidak saja dilakukan oleh golongkan white collar¸ tetapi telah dilakukan oleh banyak lapisan masyarakat, dari petinggi negara sampai lurah sekalipun, dan menyentuh seluruh masyarakat. Oleh karena itu korupsi sudah termasuk dalam extraordinary crime, karena dampaknya yang sangat besar dan berbahaya.
            Celakanya, dalam kondisi yang kian parah, segenap pemegang kekuasaan tak bersinergi untuk menyelamatkan negara, bahkan cenderung meniadakan satu dengan lainnya. Kita lihat bagaimana upaya sistematis pelemahan KPK, mulai dari kriminalisasi terhadap pimpinannya, sampai upaya membonsai KPK melalui proses legislasi yang dilakukan di DPR. Juga tebang-pilih kasus yang melibatkan pihak yang dekat dengan lingkaran kekuasaan, serta memiliki tameng politik tertentu. Kasus Century yang tak jelas, kasus mafia pajak yang belum juga tuntas, hingga kasus-kasus terbaru seperti mafia pemilu serta suap wisma atlet yang melibatkan banyak pejabat.
            Mafia peradilan juga tak kalah kronis. Miris melihat bagaimana hakim-hakim sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini justru ditangkapi karena dugaan suap, seperti Syarifudin, Ibrahim, dan Asnun. Bagaimana palu hakim menjadi senjata ampuh untuk memperjualbelikan hukum yang kita bangun dengan susah-payah dan tertatih-tatih, berkedok supremasi tapi diinjak seenak hati.
(Bukan) Budaya Korupsi
Korupsi seolah telah menjadi tradisi tersendiri bagi rakyat Indonesia. Ketika sebagian besar orang di lingkungan kerjanya melakukan korupsi, seseorang berpotensi ikut melakukan korupsi. Sekelompok orang ini seperti berada dalam lingkaran setan korupsi yang terorganisasi. Korupsi jarang dilakukan oleh seseorang secara sendiri karena untuk melakukan korupsi, dibutuhkan pihak lain karena menyangkut lingkungan kerja yang cukup luas dan rumit. Akibatnya, semakin banyak orang yang terlibat dalam lingkaran setan korupsi, semakin tinggi Indeks Prestasi Korupsi.
Semakin tinggi suatu pohon, semakin kencang anginnya. Demikian juga, semakin tinggi suatu jabatan, semakin banyak godaan yang datang. Betapa mengejutkan, orang-orang yang terlibat korupsi adalah orang yang mempunyai jabatan tinggi dan mempunyai wewenang tertentu. Miris memang, para penegak hukum yang seharusnya menegakkan kebenaran dan keadilan, ikut tergabung dalam geng koruptor dan mafia peradilan. Para pejabat pun, yang seharusnya menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, akhirnya juga terlibat dalam lingkaran setan. Pertemuan antara penguasa dan pengusaha menjadi hal yang kerap menjadi aktor korupsi. Penguasa mempunyai jabatan, pengusaha mempunyai uang. Benar kata Lord Acton, The power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.
Inkonsistensi Penguasa dan Penegak Hukum
Betapa malangnya, korupsi lahir dari peraturan yang lemah dan tak memberi efek jera. DPR yang berwenang untuk membuat undang-undang yang seharusnya pro-rakyat, akhirnya membuat undang-undang yang pro-kelompok tertentu sesuai pesanan. Lihat saja, banyak undang-undang yang di-judicial review di MK karena undang-undang itu bertentangan dengan konstitusi. Namun, akibat dari masuknya pengusaha atau sekelompok orang yang ingin mengintervensi pembuatan undang-undang agar menguntungkan mereka, undang-undang yang diciptakan oleh DPR menjadi melenceng dari nilai-nilai kerakyatan.
Partai politik pengisi kursi di DPR yang ketika kampanye menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi, kini menjadi garda terdepan dalam pemberantasan pemberantas korupsi. Kita patut waspada terhadap usaha para wakil rakyat kita di Senayan dalam perevisian UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU KPK. KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi dengan sangat baiknya, ternyata banyak yang tidak menyukai kinerjanya. Maka, serangan demi serangan dilancarkan untuk melemahkan KPK dan tindakan pro pemberantasan korupsi lainnya. Misalnya, menghapus kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan, membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyadapan dan penggeledahan. Bahkan, yang lebih parah, seorang anggota DPR yang berasal dari partai pro pemberantasan korupsi justru menginginkan agar KPK dibubarkan dengan alasan-alasan yang tidak berdasar hukum.
Eksekutif pun tak kalah terbelenggu. Birokrasi diselimuti berbagai tindakan korupsi, dari pusat hingga daerah, sentral ke periferal. Korupsi yang dulu terpusat di Cendana dan kroni-kroninya kini menjamur. Celakanya, yudikatif tak mampu menunjukkan tajinya membawa keadilan ke tengah masyarakat. Berbagai ketimpangan dalam penanganan kasus hingga hari ini masih terjadi. Bayangkan, hukuman pencuri ayam tak jauh berbeda dengan hukuman seorang koruptor dan penyuap. Kita tentu masih ingat betul kasus Nenek Minah, satu dari sekian banyak ketidakjelasan penegakan hukum.
Jika dari peraturannya saja sudah lemah, akan timbul masalah baru, yaitu mafia peradilan yang dimainkan oleh penegak hukum itu sendiri. Sistem peradilan di Indonesia telah banyak dimasuki oleh mafia. Betapa lihainya mafia hukum ini dalam menjalankan aksinya. Polisi yang seharusnya sebagai penyidik justru melakukan pemerasan. Berita Acara Pemeriksaan dipermainkan. Surat dakwaan diubah pengenaan pasalnya agar terdakwa bebas atau diringankan hukumannya. Advokat rela melakukan apa saja demi membela kliennya yang nyata-nyata bersalah. Hakim memutus sesuai kesanggupan pihak beperkara membayar “uang belakang”. Jika si mafia hukum divonis bersalah, dia masih bisa bergerak, yaitu bisa menyuap petugas LP agar membebaskannya atau memfasilitasi penjaranya seperti hotel bintang lima. Di mana moral para penegak hukum ini?
Semangat Baru
Korupsi dan mafia peradilan telah mengaburkan makna keadilan. Hukum bisa menjadi pedang bagi rakyat kecil nan lemah, namun menjadi kue bagi orang-orang berkapital besar. Di luar sana, rakyat menjerit, kelaparan, betapa tidak adil kehidupan ini. Di dalam gedung pemerintahan dan pengadilan sana, para pejabat dan penegak hukum bermain dengan uang haram. Akankah kita membiarkan hal ini terus terjadi? Bagaimana perjuangan pemberantasan korupsi dan mafia peradilan selanjutnya? Hal ini merupakan bahan yang akan didiskusikan dalam Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 2011. Harapannya, jangan sampai para pembelajar hukum di Indonesia mempunyai bibit-bibit koruptor, dan menjadi ikhtiar untuk perbaikan negeri.

PEMBICARA DAN FOKUS PEMBAHASAN
1.      Denny Indrayana (Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN, Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum)
Akan memaparkan tema ini dengan pokok-pokok sebagai berikut:
a.       Kondisi penegakan hukum Indonesia secara umum.
b.      Perspektif dalam melihat maraknya korupsi dan mafia peradilan dalam penegakan hukum.
c.       Apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam memberantas korupsi dan mafia hukum dan hambatannya?
d.      Pesan dan motivasi bagi mahasiswa calon sarjana hukum.

2.      Albertina Ho, S.H. (Hakim Pengadilan Tipikor)
Akan memaparkan tema ini dengan pokok-pokok sebagai berikut:
a.       Kondisi penegakan hukum Indonesia secara umum.
b.      Perspektif dalam melihat maraknya korupsi dan mafia peradilan dalam penegakan hukum.
c.       Bagaimana peran hakim dalam memberantas tindak pidana korupsi dan mafia peradilan?
d.      Pesan untuk mahasiswa calon sarjana hukum.

3.      Emerson Yuntho (aktivis ICW)
Akan memaparkan tema ini dengan pokok-pokok sebagai  berikut:
a.       Bagaimana kondisi sistem hukum dan peradilan di Indonesia?
b.      Perspektif dalam melihat maraknya korupsi dan mafia peradilan dalam penegakan hukum.
c.       Hambatan dalam memberantas mafia peradilan dan mencegah tindak pidana korupsi?
d.      Bagaimana solusi untuk hukum dan peradilan yang lebih baik?

Garis Besar Materi yang Disampaikan
a.    Pembahasan permasalahan korupsi dan mafia peradilan serta praktiknya di dunia hukum.
b.    Optimisme dalam memperbaiki sistem peradilan yang ada.

TUJUAN KEGIATAN
1.      Memberikan pemahaman tentang korupsi dan mafia peradilan serta pemberantasannya.
2.      Mengevaluasi kinerja penegak hukum dan pemerintah dalam memberantas korupsi dan mafia peradilan.
3.      Mencegah terjadinya korupsi dan mafia peradilan sejak dini.
4.      Menanamkan nilai-nilai kejujuran, kontribusi, dan cinta tanah air sejak dini.

SASARAN PESERTA
Sasaran kegiatan ini adalah untuk peserta Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru (PPSMB) DEMOKRASI 2011 Fakultas Hukum UGM guna memberikan ilmu dan pemahaman yang lebih mendalam terkait tema yang diusung acara ini.
Demikianlah TOR ini kami sampaikan. Kami berharap dengan terselenggaranya acara ini akan memberikan motivasi serta ilmu yang bermanfaat, dan menjadi bagian ikhtiar perbaikan negeri, untuk bangsa yang lebih baik, bermartabat dan berkeadilan. Atas perhatian Bapak/Saudara, Kami ucapkan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar