Banyak kita jumpai contoh yang tidak baik tentang ibu bekerja di luar rumah,
seperti: berpakaian nyentrik dan bendandan menor untuk menarik perhatian, menggoda
laki-laki lain, atau berduaan dengan laki-laki lain yang bukan suaminya.
Kasus-kasus perselingkuhan dengan rekan kerja pun sering kita dengar. Untuk
itu, Allah telah memerintahkan kita untuk menutup aurat dan menyembunyikan
perhiasan agar kita tidak mudah diganggu[1]
karena Allah telah menjaga kita[2].
Jangan sampai kita bertingkah seperti kaum jahiliyah[3].
Yang paling penting dari keterlibatan kita di ranah publik adalah adanya urusan
umat yang menuntut peran aktif kita.
Selasa, 19 April 2016
Saya Bekerja, Anda Berumah Tangga (2)
myhealthybee.com |
Dalam tulisan
ini saya tidak akan menambah bumbu penyedap debat ibu rumah tangga vs ibu
bekerja dengan menunjukkan keunggulan-keunggulan menjadi ibu bekerja, apalagi
ingin memperjuangkan emansipasi seperti yang terus didengungkan oleh para
feminis. Saya hanya ingin menegaskan alasan saya harus menjadi ibu bekerja. Untuk
menambah penghasilan keluargakah? Ya, mungkin benar, namun tolonglah calon
suamiku – entah di mana dirimu – jangan anggap aku sebagai another family’s ATM. ATM keluarga tetaplah suami. Kewajiban untuk
mencari nafkah terletak pada suami. Dalam QS An Nisa’ ayat 34, Allah berfirman:
“Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi
perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)
atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan
nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalihah, adalah mereka
yang taat (kepada Allah) dan memelihara diri ketika (suaminya) tidak ada,
karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kalian
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah
mereka di tempat tidur, dan pukullah mereka. Lalu jika mereka menaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Mahatinggi, Mahabesar.”
Saya Bekerja, Anda Berumah Tangga (1)
Memasuki Bulan
April, wanita Indonesia siap untuk menyambut Hari Kartini. Banyak yang memesan
kebaya untuk mempercantik diri. Hari itu juga lekat dengan kata “emansipasi”. Namun bagi saya, Hari
Kartini menimbulkan kegundahan tersendiri.
Sudah hampir
setahun saya bekerja di Jakarta. Kesibukan di kementerian ini membuat
orang-orang terdekat saya bertanya dengan pertanyaan mainstream, you know lah itu
apa. Banyak yang menyarankan agar jangan terlalu larut dalam pekerjaan sehingga
melupakan momen penting dalam hidup: pernikahan.
Iya, tentu saja saya tetap memikirkannya.
dreamatico.com |
Langganan:
Postingan (Atom)