Setiap orang
pasti memiliki masa lalu, baik masa lalu yang indah maupun suram. Beruntung
jika Anda memiliki masa lalu yang indah. Sebaliknya, jika masa lalu Anda suram,
belajarlah darinya dan temukan masa depan yang cemerlang. Itu!
NO.. Saya tidak
sedang menjadi motivator. Saya hanya ingin membagi cerita tentang ‘perjalanan
sisipan’ (karena tujuan utamanya bukan untuk itu) saya ke Bengkulu yang penuh
dengan tinggalan masa lalu.
Mendengar kata
“Bengkulu”, pasti pikiran kita langsung terbang menuju bunga Rafflesia arnoldii. Memang benar. Bunga
tersebut merupakan bunga raksasa langka yang hanya ada di Indonesia dan
ditemukan secara tidak sengaja oleh Dr. Joseph Arnold dalam sebuah ekspedisi warga
Inggris pada tahun 1818 di hutan tropis Bengkulu. Adapun pemimpin ekspedisi
tersebut adalah Sir Thomas Stamford Bingley Raffles, Gubernur-Letnan Hindia
Belanda. Maka, bunga padma raksasa hasil temuan mereka diberi
nama latin Rafflesia arnoldii. Bunga
tersebut adalah salah satu bukti dari sekian jejak Inggris di Bengkulu. Tak
hanya Inggris, Belanda dan Jepang pun meninggalkan jejak di Bengkulu.
Beruntung, minggu lalu saya menyempatkan diri mengunjungi jejak-jejak tersebut.
Saya berangkat
ke Bengkulu untuk suatu tugas, yaitu verifikasi ke perusahaan tambang batubara dan
kelapa sawit yang mendapatkan hasil Program Penilaian Peringkat Kinerja
Perusahaan (PROPER) hitam. Kami terbagi dalam dua tim. Tim pertama
melakukan verifikasi pada tanggal 1 – 4 Maret, sedangkan tim kedua termasuk
saya, melakukan verifikasi pada tanggal 2 – 4 Maret 2016. Kami turun di Bandara
Fatmawati Bengkulu pukul 09.00 WIB. Rencana awalnya, setelah brunch kami langsung menuju BLH Provinsi
Bengkulu untuk koordinasi. Ternyata, tim pertama sudah melakukannya dan kami
bisa ke BLH Provinsi Bengkulu esok hari sebelum berangkat ke lapangan. Maka,
hari pertama kami bebas tugas. Hari itu kami manfaatkan untuk jalan-jalan.
Tempat pertama
yang kami kunjungi adalah rumah Ibu Negara pertama, Ibu Fatmawati Soekarno di Jalan
Fatmawati No. 10. Letak rumah tersebut satu jalur dengan hotel tempat kami
menginap, Hotel Amaris. Rumah Ibu Fatmawati sangat khas Bengkulu, terbuat dari
kayu dan berbentuk rumah panggung ala rumah Sumatera pada umumnya. Rumah
tersebut berukuran minimalis, terdiri dari teras, ruang tamu, kamar tidur,
ruang menjahit, gudang, dan toilet.
Rumah Fatmawati |
Ruang depan |
Tempat yang cukup
menarik perhatian saya adalah ruang menjahit. Di sinilah Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih dijahit pada bulan Oktober
1944 ketika Fatmawati sedang mengandung Guntur Soekarnoputra. Bendera tersebut
pertama kali dikibarkan pada proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945 di
rumah kediaman Soekarno, Jalan Pegangsan Timur No. 56 Jakarta (sekarang Jalan
Proklamasi No. 1). Kini, bendera tersebut disimpan di Istana Negara.
Mesin jahit bersejarah |
Tidak
ada biaya masuk ke Rumah Fatmawati ini. Namun, di dekat buku tamu disediakan
amplop untuk biaya pemeliharaan rumah yang dapat kita isi seikhlasnya.
Rumah kediaman Bung Karno selama pengasingan di Bengkulu |
Setelah itu,
kami bertolak ke Rumah Kediaman Bung Karno pada waktu pengasingan di Bengkulu
tahun 1938 – 1942 yang tak jauh jauh dari Rumah Fatmawati. Halamannya luas,
bentuk rumahnya simpel. Di dalamnya terdiri dari ruang tamu, ruang rapat, ruang
menyimpan baju dan buku, serta kamar tidur. Pada teras belakang terdapat ruang
makan dan lemari. Di halaman belakang terdapat deretan gudang dan ruang
pembantu, serta terdapat sebuah sumur. Konon katanya, jika kita mencuci muka
dengan air sumur tersebut, muka kita akan awet muda.
Gudang, ruang pembantu, dan sumur |
Saya pun
ditantang untuk mencobanya, tetapi saya menolak. Ah, muka saya kan sudah awet
muda wkwkwk. Hehe, bukan. Alasan yang lebih logis adalah karena saat itu pukul
13.00 WIB dan matahari sedang bersinar sangat terik. Saya merasa kepanasan dan
berkeringat. Jika saya mencuci muka pada saat itu juga, muka saya akan menjadi
merah-merah. Nanti tidak jadi awet muda donk, hihi.
Berbicara
tentang rumah pengasingan Bung Karno ini, sebelum didiami oleh Bung Karno,
rumah ini adalah milik seorang pedagang dari China yang disewa oleh Belanda
untuk mengasingkan Bung Karno di Bengkulu. Bengkulu dipilih untuk mengasingkan
Bung Karno karena pada saat itu kota ini terpencil dan sulit dijangkau. Bung Karno
sudah menikah dengan Inggit Garnasih saat menempati rumah ini. Hingga tahun
1943, Bung Karno bertemu dengan Fatmawati, putri seorang tokoh Muhammadiyah
Bengkulu. Bung Karno jatuh hati padanya. Inggit Garnasih cemburu dan tidak mau
dipoligami. Maka, mereka bercerai. Setelah itu, Bung Karno menikahi Fatmawati. Fatmawati
lah istri yang menemaninya berjuang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Biaya masuk ke
rumah Bung Karno selama pengasingan ini cukup murah, yaitu Rp 3.000,00.
Daftar harga tiket masuk |
Tempat tidur Soekarno dan Inggit Garnasih |
Kursi tamu |
Berfoto bersama dua kasie saya |
Kami melanjutkan
perjalanan ke Benteng Marlborough (Fort
Marlborough) pada sore hari. Ini adalah benteng yang didirikan oleh East India Company (EIC, kongsi dagang
milik Inggris seperti VOC milik Belanda) pada tahun 1713 – 1719 di bawah
pimpinan Gubernur Joseph Callet sebagai benteng pertahanan Inggris. Benteng ini
merupakan salah satu benteng terkuat di Asia. Bangunannya yang
kokoh masih terawat dan terjaga.
Bagian luar benteng |
Gerbang dalam benteng |
One of the strongest forts in Asia |
Bnker Jepang |
Meskipun hanya
sedikit tempat bersejarah yang bisa saya kunjungi di Bengkulu, perjalanan saya
waktu itu cukup menunjukkan bukti untuk menambah pengetahuan bahwa Inggris,
Belanda, dan Jepang pernah eksis di tanah Bengkulu. Dari mereka lah, nama “Bencoolen” terdengar. Dari mereka pula, bunga
padma raksasa tersebar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar