Minggu, 28 Februari 2016

Kantong Plastik Berbayar, Mengapa dan Bagaimana? (Bag. 1)



malesbanget.com


Memperingati “Hari Peduli Sampah” yang jatuh pada tanggal 21 Februari 2016, semua minimarket, supermarket, dan hypermarket mulai menerapkan program kantong plastik berbayar. Hal tersebut adalah hasil kesepakatan dari hasil pertemuan antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen PSLB3 - KLHK), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Asosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (APRINDO) pada tanggal 16 Februari 2016 di kantor KLHK, yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal PSLB3 KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS/2016. Dalam surat edaran tersebut, disebutkan bahwa telah disepakati harga jual kantong plastik seharga Rp 200,00 per lembar selama masa uji coba 3 bulan.


Kebijakan tersebut memang terdengar sangat sepele dan kurang populer, namun berdampak luar biasa terhadap kehidupan kita. Fakta bahwa sampah plastik hanya dapat terurai setelah 20 tahun bukanlah isapan jempol belaka. Indonesia juga merupakan negara dengan peringkat kedua di dunia yang membuang sampah plastik ke laut. Masih ingat kan, berita tentang kura-kura yang hidungnya harus dibedah karena memakan sampah plastik? Meskipun peristiwa itu tidak terjadi di Indonesia, ada salah satu spot selam di Nusa Lembongan yang seharusnya instagenic, tercemar oleh sampah plastik.

Instagram: @liburanbali
Maka, sudah seharusnya kebijakan tersebut layak diapresiasi dan didukung. Namun, namanya juga makhluk sosial, manusia tidak pernah absen untuk saling berinteraksi, termasuk mengkritik dan menasihati. Beberapa kritik yang saya temukan di media sosial di antaranya adalah:

1.      Harga kantong plastik masih terlalu murah, Rp 200,00. Hal tersebut tidak akan memberikan efek jera bagi para pemakai kantong plastik.
Memang, Rp 200,00 means nothing jika kita berbelanja di hypermarket. Masyarakat pun akan mengambil cara praktis, yaitu cukup mengeluarkan Rp 200,00 untuk membayar kantong plastik. Menurut saya, ini bukan soal mampu atau tidak mampu kita membeli kantong plastik. Ini soal kesadaran setiap orang untuk menumbuhkan cinta terhadap lingkungannya.

Bagaimana caranya menumbuhkan cinta terhadap lingkungan? Caranya adalah dengan membuang sikap selfish atau egois. Setiap orang yang merasa dirinya mampu membeli sesuatu tanpa memikirkan efek selanjutnya, padahal benda tersebut memiliki pengaruh terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya, berarti dia egois. Contohnya, ketika seseorang malas membawa tumbler, dia akan dengan gampangnya membeli air minum kemasan sekali pakai seharga Rp 3.000,00 untuk ukuran 600 mL. Apakah cukup hanya dengan minum air putih 600 mL sehari? Tidak. Untuk bekerja di kantor yang membutuhkan konsentrasi penuh, setidaknya kita membutuhkan lebih dari 1 L air putih. Jika tidak, nanti kita akan dikatakan “kurang Aqua”. Baik, di kantor, dia telah membeli 2 botol air mineral ukuran 600 mL. Sampai di kos, dia pasti akan membutuhkan lagi air minum lebih dari 2 L. Maka, dia akan membeli 2 botol air mineral ukuran 1,5 L, seharga Rp 10.000,00. Oh iya, tadi pagi ketika makan nasi kuning, dia juga membeli 1 botol air mineral ukuran 600 mL karena seret.
Jika dihitung, dalam sehari dia telah membeli:
3 botol ukuran 600 mL = 3 x Rp 3.000,00 = Rp 9.000,00
2 botol ukuran 1,5 L      = 2 x Rp 5.000,00 = Rp 10.000,00
Total dalam sehari, dia telah menghabiskan Rp 19.000,00 dan menghasilkan 5 botol sampah plastik. Bagaimana jika kebiasaan tersebut dilakukan selama 1 bulan?
30 hari x Rp 19.000,00 = Rp 570.000,00
30 hari x 5 botol = 150 botol.

Dalam setahun:
12 bulan x Rp 570.000,00 = Rp 6.840.000,00
12 bulan x 150 botol = 1.800 botol.

Yeah, untuk level pekerja dengan gaji 2 digit juta per bulan, mengeluarkan Rp 570.000,00 per bulan dan Rp 6.840.000,00 per tahun tidak masalah baginya. Namun, untuk menghasilkan sampah 150 botol per bulan dan 1.800 botol per tahun, siapa yang mau menampungnya? Yakin, botol-botol sebanyak itu dia kumpulkan dan setorkan ke pemulung? Apa sih yang biasanya kita lakukan setelah minum air mineral? Membuangnya ke tempat sampah, kan? Beruntung jika tempat sampah di kantor atau lingkungan perumahan dibedakan ke dalam sampah organik dan anorganik sehingga pemulung dapat memilah botol-botol plastik. Jika tidak, botol plastik tersebut hanya akan berakhir di tempat pembuangan sampah akhir dan dibakar. Asap pembakarannya tersebar ke seluruh penjuru RT. Hati-hati, asap hasil pembakaran sampah itu berbahaya.

Kembali lagi ke kantong plastik. Berapa lembar sampah kantong plastik yang kita hasilkan setiap hari? Pagi ini, saya sarapan bubur take away. Si abang bubur membungkuskan bubur ke dalam styrofoam dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Siang hari makan di kantin, tetapi setelah makan saya inget kalo deterjen dan sabun mandi di kos saya habis. Masuklah saya ke minimarket kantor. Eh, ngemil-ngemil kayaknya enak nih, sekalian program penggemukan badan. Maka, dibelilah Chitato rasa Indomie goreng yang lagi ngehits itu. Sampai di kassa, Mbak Kasir membedakan kresek untuk deterjen dan untuk makanan. Keluar dari minimarket, saya membawa 2 bungkus tas kresek. Sore hari, saya malas memasak. Beli aja lah pecel lele depan kosan. Si abang pecel lele pun membungkuskan lele ke dalam kertas minyak dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Jika dihitung, saya telah menghasilkan 4 kantong plastik per hari, 120 kantong per bulan, 1.440 kantong per tahun. Itu belum termasuk jika saya berbelanja sayur di Pasar Benhil. Penjual dari setiap kios yang saya datangi pasti akan membungkuskan belanjaan saya ke dalam kantong plastik.

Ah Cipuk nih kepanjangan mikirnya. Hey, brosist, menjadi makhluk sosial bukan berarti kita hanya bisa saling mengkritik, tetapi juga saling peduli karena kita saling membutuhkan.

2.     Mengapa pemerintah hanya mengenakan plastik berbayar pada tas kresek saja? Bukankah sekarang banyak tas kresek dari minimarket atau supermarket yang dapat didaur ulang?
Sama saja, brosist. Menggunakan degradable plastic sekali pakai tetap saja dapat dikatakan “nyampah”. Prinsip 3R yang harus selalu kita tanamkan dalam hati dan laksanakan dalam kehidupan sehari-hari adalah: reduce, reuse, recyle. Bagaimana mungkin kita akan mengamalkan prinsip ‘reuse’ jika menggunakan kantong plastik sekali pakai saja?

Lanjutkan baca: "Kantong Plastik Berbayar, Mengapa dan Bagaimana? (Bag. 2)"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar