Selasa, 13 April 2010

Tugas HTN II : Hasil Panitia Angket Tak Akan Signifikan

RESUME
Diperkirakan, Panitia Khusus Angket Bank Century tidak akan menghasilkan hal yang signifikan. Pakar Politik LIPI, Syamsuddin Haris, pesimis pada panitia angket akan kritis terhadap pemerintahan SBY-Budiono karena sekitar 75% anggota parlemen berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah. Bisa saja, hasilnya akan masuk angin dan tidak akan berujung pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono. Pemakzulan hanya bisa dilakukan terhadap presiden atau wakilnya yang melanggar konstitusi, melakukan tindak pidana atau asusila, atau tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya. Selain itu, adanya angket ini tak lebih seperti panggung politik. Adapun pengajar HTN Universitas Khairun Ternate, Margarito, menilai anggota parlemen tak mempunyai kemampuan untuk menyelidiki kasus Bank Century. Biaya pengusutan kasus Bank Century akan memakan dana sekitar Rp 5 miliar.
(Koran Tempo, 11 Desember 2009)

KOMENTAR

Hak angket adalah salah satu hak DPR untuk menyelidiki suatu kasus atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang merugikan rakyat. Sebelum mengadakan angket Bank Century, DPR pernah mengadakan hak angket untuk menyelidiki kasus BLBI, Buloggate, dan dampak kenaikan BBM tahun 2008. Namun, hasilnya mengambang atau masuk angin. Maka dari itu, pesismisme mereak ketika Pansus Angket Bank Century mulai dibentuk.

Rasa pesimis ini sepertinya akan terwujud. Hingga saat ini (April 2010), penyelesaian kasus Bank Century belum menemui kejelasan. Berita tentang penyelesaian kasus ini dialihkan oleh berita tentang penangkapan teroris di Aceh dan Pamulang, dan pemberantasan makelar kasus di beberapa lembaga, seperti di Dirjen Pajak, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan lembaga-lembaga lainnya.

Yang mengambang dari penyelesaian kasus Bank Century ini adalah, siapa yang berhak menyelesaikan final kasus ini? DPR, MK, KPK, Presiden, atau MPR? Setelah tugas Pansus Angket Bank Century selesai dan dibawa ke Sidang Paripurna, DPR seperti hanya sebagai Dewan Pertimbangan Presiden. DPR menyerahkan rekomendasi hasil akhir penyelidikan kasus Bank Century ke Presiden. Padahal, seperti yang kita ketahui, DPR mempunyai fungsi pengawas, yaitu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta mengontrolnya agar tidak bertentangan dengan keinginan rakyat Indonesia. DPR seharusnya bisa bertindak tegas.
Kasus Bank Century ini mempunyai konsekuensi secara politis dan yuridis. Secara politis, bisa berakibat pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono dan pemecatan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal ini bisa dibawa ke MK. Adapun secara yuridis, hal-hal yang diduga ada unsur korupsi, bisa dibawa ke KPK, sedangkan yang non-korupsi seperti money laundering, bisa dibawa ke Polri atau Kejakgung.

Rekomendasi yang diajukan oleh DPR ini mengingatkan kita pada rekomendasi Tim 8, yaitu tim yang dibentuk oleh Presiden SBY untuk menyelesaikan kasus KPK vs Polri. DPR berbeda dengan Tim 8, baik menurut tugasnya (materiil), maupun menurut proses pembentukannya (formil). Tim khusus yang dibentuk oleh Presiden bertugas untuk menyelesaikan sebuah kasus, kemudian menyelesaikan hasilnya yang berupa rekomendasi kepada presiden untuk ditindaklanjuti oleh Presiden. Jadi, tim khusus ini bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun DPR harus menyelesaikan tuganya sendiri dan tidak bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam sistem pemerintahan presidensil seperti Indonesia, parlemen (DPR) bertanggung jawab kepada rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai lembaga legislatif, DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap pemerintah eksekutif. Namun, berbeda dengan pengawasan seperti yang dilakukan oleh lembaga yudikatif. Lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus melakukan checks and balances. Jadi, tidak ada yang bertanggung jawab dari salah satu lembaga itu kepada lembaga yang lainnya.
Kembali ke artikel. Menurut Syamsuddin Haris, hak angket seperti panggung politik. Memang seperti itu kenyataannya. Apapun tindakan DPR, pasti tidak pernah terlepas dari kepentingan politik. Ketika sedang rapat internal Pansus, konflik kepentingan antarfraksi pun terjadi. Salah satu anggota fraksi yang berdebat dengan anggota fraksi lain bukan merupakan tontonan yang langka.

Panggung politik pun berlanjut di Sidang Paripurna yang dihadiri oleh semua anggota DPR. Jalannya sidang paripurna seperti sebuah bargaining position untuk rakyat dan Presiden. Jika sebuah fraksi menyatakan bahwa bail-out Bank Century bermasalah, rakyat akan senang dan akan memilih partai itu di Pemilu 2014 nanti, sedangkan presiden dan pendukungnya akan mengancamnya dengan pencopotan menteri yang berasal dari partai tersebut. Lalu, jika sebuah fraksi menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam bail-out Bank Century, rakyat tidak akan memilih partai itu dan presiden akan mengiming-iminginya dengan kursi menteri.
Selain adanya bargaining position, sidang paripurna juga penuh dengan aroma konspirasi, berupa lobi-lobi politik. Ada fraksi yang semula mendukung opsi C, kemudian berubah mendukung opsi A, demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan fraksi partai tersebut telah terlobi. Namun, keadaan sedikit berbeda ketika diadakan voting individual terbuka dari semua kader atau anggota DPR. Voting ini memperlihatkan kader mana yang memang berjuang untuk rakyat dan kader mana yang hanya sekadar ikut-ikutan karena takut diteror oleh kader lain yang sefraksi dengannya. Panggung politik tidak mencari kebenaran, tetapi pembenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar