UTS... Alhamdulillah selsesai juga. Beban hidupku berkurang, haha .. Nggak ah, jangan anggap ujian itu beban, tapi tantangan.
Ujian kali ini adalah ujian terburukku selama di FH. Nggak tau napa, tapi yang jelas aku ngerasa nggak punya feel aja. Apa mungkin aku terlalu sibuk dengan segala kegiatan sampai melupakan kewajiban utamaku sebagai mahasiswa, yaitu belajar? Emang sich, prinsip belajarku, ilmu itu nggak cuma didapat dari kelas kuliah aja, tapi juga dari berbagai sumber dan berbagai kegiatan, seperti organisasi, diskusi, media, dll. But, how about my academics? Oh no thanks, seakan terbengkalai.
Banyak sih yang bilang, semester 2 harus belajar lebih giat biar IP tetep bagus coz SKS-nya gede-gede. Tapi aku menganggapnya hanya angin lalu aja, biar nggak aku jadiin beban hidup, haha. Saking santainya, sampai seminggu menjelang UTS, aku baru punya passion untuk belajar. God!! That's just a bad habit!! No no no .. I must remove it from my list.
Oke lah, passion udah ada, niat belajar pun datang. Waktu baca buku, mataku sih melihat tulisan, tapi pikiran melayang entah ke mana, banyak benget pikiran. Pikiran tentang masa depan dan masa lalu bercampur jadi satu. Oke, gue emang Sang Pemimpi, terlalu banyak passion yang harus diikuti dan aku terus bersugesti positif untuk bisa meraihnya. Aku udah buat list, setelah UTS mau ngapain, mau baca buku apa, dsb. Nah, pikiran-pikiran semacem ini yang terus menghantui belajarku.
Pada saat mengerjakan, pikiran ini datang lagi sampai menyebabkan hasil belajarku rusak semua. Hilanglah yang telah aku pelajari. Paling nyesel waktu ngerjain Hukum Pidana dan Hukum Lingkungan. Banyak yang lupa, ada yang belum aku pelajari, trus ada yang kepedean njawabnya, ternyata salah. Udah lah, itu cuma UTS, masih ada UAS, pikirku. Aku pun bangkit. Kesalahan fatal ini aku gunain buat membakar semangat belajar HTN. Aku belajar lebih fokus, lupakan pikiran-pikiran bodoh dan sugesti negatif itu. Ternyata berhasil, Bo !! Alhamdulillah, yang aku pelajari, keluar semua di soal HTN, tapi nggak semua sih, dan untungnya cuma disuruh njawab 5, jadi aku pilih yang aku bisa aja. Dendam pun terbalaskan!!
Udah lah, renungan cukup sampai di sini, tak ada gunanya penyesalan. UAS harus berhasil!! Biar semester 3 bisa ngambil 24 SKS, jadi bisa lulus cepet. Rencananya sih, makul semester atas yang mau aku ambil HKHK, harusnya tu buat semester 5. Tapi demi passionku untuk lulus cepet, ambil aja coy!! Semoga bisa!! Ridhoi aku Ya Allah ..
Selasa, 13 April 2010
Tugas HTN II : Hasil Panitia Angket Tak Akan Signifikan
RESUME
Diperkirakan, Panitia Khusus Angket Bank Century tidak akan menghasilkan hal yang signifikan. Pakar Politik LIPI, Syamsuddin Haris, pesimis pada panitia angket akan kritis terhadap pemerintahan SBY-Budiono karena sekitar 75% anggota parlemen berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah. Bisa saja, hasilnya akan masuk angin dan tidak akan berujung pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono. Pemakzulan hanya bisa dilakukan terhadap presiden atau wakilnya yang melanggar konstitusi, melakukan tindak pidana atau asusila, atau tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya. Selain itu, adanya angket ini tak lebih seperti panggung politik. Adapun pengajar HTN Universitas Khairun Ternate, Margarito, menilai anggota parlemen tak mempunyai kemampuan untuk menyelidiki kasus Bank Century. Biaya pengusutan kasus Bank Century akan memakan dana sekitar Rp 5 miliar.
(Koran Tempo, 11 Desember 2009)
KOMENTAR
Hak angket adalah salah satu hak DPR untuk menyelidiki suatu kasus atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang merugikan rakyat. Sebelum mengadakan angket Bank Century, DPR pernah mengadakan hak angket untuk menyelidiki kasus BLBI, Buloggate, dan dampak kenaikan BBM tahun 2008. Namun, hasilnya mengambang atau masuk angin. Maka dari itu, pesismisme mereak ketika Pansus Angket Bank Century mulai dibentuk.
Rasa pesimis ini sepertinya akan terwujud. Hingga saat ini (April 2010), penyelesaian kasus Bank Century belum menemui kejelasan. Berita tentang penyelesaian kasus ini dialihkan oleh berita tentang penangkapan teroris di Aceh dan Pamulang, dan pemberantasan makelar kasus di beberapa lembaga, seperti di Dirjen Pajak, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan lembaga-lembaga lainnya.
Yang mengambang dari penyelesaian kasus Bank Century ini adalah, siapa yang berhak menyelesaikan final kasus ini? DPR, MK, KPK, Presiden, atau MPR? Setelah tugas Pansus Angket Bank Century selesai dan dibawa ke Sidang Paripurna, DPR seperti hanya sebagai Dewan Pertimbangan Presiden. DPR menyerahkan rekomendasi hasil akhir penyelidikan kasus Bank Century ke Presiden. Padahal, seperti yang kita ketahui, DPR mempunyai fungsi pengawas, yaitu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta mengontrolnya agar tidak bertentangan dengan keinginan rakyat Indonesia. DPR seharusnya bisa bertindak tegas.
Kasus Bank Century ini mempunyai konsekuensi secara politis dan yuridis. Secara politis, bisa berakibat pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono dan pemecatan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal ini bisa dibawa ke MK. Adapun secara yuridis, hal-hal yang diduga ada unsur korupsi, bisa dibawa ke KPK, sedangkan yang non-korupsi seperti money laundering, bisa dibawa ke Polri atau Kejakgung.
Rekomendasi yang diajukan oleh DPR ini mengingatkan kita pada rekomendasi Tim 8, yaitu tim yang dibentuk oleh Presiden SBY untuk menyelesaikan kasus KPK vs Polri. DPR berbeda dengan Tim 8, baik menurut tugasnya (materiil), maupun menurut proses pembentukannya (formil). Tim khusus yang dibentuk oleh Presiden bertugas untuk menyelesaikan sebuah kasus, kemudian menyelesaikan hasilnya yang berupa rekomendasi kepada presiden untuk ditindaklanjuti oleh Presiden. Jadi, tim khusus ini bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun DPR harus menyelesaikan tuganya sendiri dan tidak bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam sistem pemerintahan presidensil seperti Indonesia, parlemen (DPR) bertanggung jawab kepada rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai lembaga legislatif, DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap pemerintah eksekutif. Namun, berbeda dengan pengawasan seperti yang dilakukan oleh lembaga yudikatif. Lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus melakukan checks and balances. Jadi, tidak ada yang bertanggung jawab dari salah satu lembaga itu kepada lembaga yang lainnya.
Kembali ke artikel. Menurut Syamsuddin Haris, hak angket seperti panggung politik. Memang seperti itu kenyataannya. Apapun tindakan DPR, pasti tidak pernah terlepas dari kepentingan politik. Ketika sedang rapat internal Pansus, konflik kepentingan antarfraksi pun terjadi. Salah satu anggota fraksi yang berdebat dengan anggota fraksi lain bukan merupakan tontonan yang langka.
Panggung politik pun berlanjut di Sidang Paripurna yang dihadiri oleh semua anggota DPR. Jalannya sidang paripurna seperti sebuah bargaining position untuk rakyat dan Presiden. Jika sebuah fraksi menyatakan bahwa bail-out Bank Century bermasalah, rakyat akan senang dan akan memilih partai itu di Pemilu 2014 nanti, sedangkan presiden dan pendukungnya akan mengancamnya dengan pencopotan menteri yang berasal dari partai tersebut. Lalu, jika sebuah fraksi menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam bail-out Bank Century, rakyat tidak akan memilih partai itu dan presiden akan mengiming-iminginya dengan kursi menteri.
Selain adanya bargaining position, sidang paripurna juga penuh dengan aroma konspirasi, berupa lobi-lobi politik. Ada fraksi yang semula mendukung opsi C, kemudian berubah mendukung opsi A, demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan fraksi partai tersebut telah terlobi. Namun, keadaan sedikit berbeda ketika diadakan voting individual terbuka dari semua kader atau anggota DPR. Voting ini memperlihatkan kader mana yang memang berjuang untuk rakyat dan kader mana yang hanya sekadar ikut-ikutan karena takut diteror oleh kader lain yang sefraksi dengannya. Panggung politik tidak mencari kebenaran, tetapi pembenaran.
Diperkirakan, Panitia Khusus Angket Bank Century tidak akan menghasilkan hal yang signifikan. Pakar Politik LIPI, Syamsuddin Haris, pesimis pada panitia angket akan kritis terhadap pemerintahan SBY-Budiono karena sekitar 75% anggota parlemen berasal dari partai koalisi pendukung pemerintah. Bisa saja, hasilnya akan masuk angin dan tidak akan berujung pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono. Pemakzulan hanya bisa dilakukan terhadap presiden atau wakilnya yang melanggar konstitusi, melakukan tindak pidana atau asusila, atau tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya. Selain itu, adanya angket ini tak lebih seperti panggung politik. Adapun pengajar HTN Universitas Khairun Ternate, Margarito, menilai anggota parlemen tak mempunyai kemampuan untuk menyelidiki kasus Bank Century. Biaya pengusutan kasus Bank Century akan memakan dana sekitar Rp 5 miliar.
(Koran Tempo, 11 Desember 2009)
KOMENTAR
Hak angket adalah salah satu hak DPR untuk menyelidiki suatu kasus atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang merugikan rakyat. Sebelum mengadakan angket Bank Century, DPR pernah mengadakan hak angket untuk menyelidiki kasus BLBI, Buloggate, dan dampak kenaikan BBM tahun 2008. Namun, hasilnya mengambang atau masuk angin. Maka dari itu, pesismisme mereak ketika Pansus Angket Bank Century mulai dibentuk.
Rasa pesimis ini sepertinya akan terwujud. Hingga saat ini (April 2010), penyelesaian kasus Bank Century belum menemui kejelasan. Berita tentang penyelesaian kasus ini dialihkan oleh berita tentang penangkapan teroris di Aceh dan Pamulang, dan pemberantasan makelar kasus di beberapa lembaga, seperti di Dirjen Pajak, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan lembaga-lembaga lainnya.
Yang mengambang dari penyelesaian kasus Bank Century ini adalah, siapa yang berhak menyelesaikan final kasus ini? DPR, MK, KPK, Presiden, atau MPR? Setelah tugas Pansus Angket Bank Century selesai dan dibawa ke Sidang Paripurna, DPR seperti hanya sebagai Dewan Pertimbangan Presiden. DPR menyerahkan rekomendasi hasil akhir penyelidikan kasus Bank Century ke Presiden. Padahal, seperti yang kita ketahui, DPR mempunyai fungsi pengawas, yaitu sebagai lembaga yang bertugas mengawasi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta mengontrolnya agar tidak bertentangan dengan keinginan rakyat Indonesia. DPR seharusnya bisa bertindak tegas.
Kasus Bank Century ini mempunyai konsekuensi secara politis dan yuridis. Secara politis, bisa berakibat pada pemakzulan Wakil Presiden Budiono dan pemecatan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal ini bisa dibawa ke MK. Adapun secara yuridis, hal-hal yang diduga ada unsur korupsi, bisa dibawa ke KPK, sedangkan yang non-korupsi seperti money laundering, bisa dibawa ke Polri atau Kejakgung.
Rekomendasi yang diajukan oleh DPR ini mengingatkan kita pada rekomendasi Tim 8, yaitu tim yang dibentuk oleh Presiden SBY untuk menyelesaikan kasus KPK vs Polri. DPR berbeda dengan Tim 8, baik menurut tugasnya (materiil), maupun menurut proses pembentukannya (formil). Tim khusus yang dibentuk oleh Presiden bertugas untuk menyelesaikan sebuah kasus, kemudian menyelesaikan hasilnya yang berupa rekomendasi kepada presiden untuk ditindaklanjuti oleh Presiden. Jadi, tim khusus ini bertanggung jawab kepada Presiden. Adapun DPR harus menyelesaikan tuganya sendiri dan tidak bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam sistem pemerintahan presidensil seperti Indonesia, parlemen (DPR) bertanggung jawab kepada rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai lembaga legislatif, DPR mempunyai fungsi pengawasan terhadap pemerintah eksekutif. Namun, berbeda dengan pengawasan seperti yang dilakukan oleh lembaga yudikatif. Lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus melakukan checks and balances. Jadi, tidak ada yang bertanggung jawab dari salah satu lembaga itu kepada lembaga yang lainnya.
Kembali ke artikel. Menurut Syamsuddin Haris, hak angket seperti panggung politik. Memang seperti itu kenyataannya. Apapun tindakan DPR, pasti tidak pernah terlepas dari kepentingan politik. Ketika sedang rapat internal Pansus, konflik kepentingan antarfraksi pun terjadi. Salah satu anggota fraksi yang berdebat dengan anggota fraksi lain bukan merupakan tontonan yang langka.
Panggung politik pun berlanjut di Sidang Paripurna yang dihadiri oleh semua anggota DPR. Jalannya sidang paripurna seperti sebuah bargaining position untuk rakyat dan Presiden. Jika sebuah fraksi menyatakan bahwa bail-out Bank Century bermasalah, rakyat akan senang dan akan memilih partai itu di Pemilu 2014 nanti, sedangkan presiden dan pendukungnya akan mengancamnya dengan pencopotan menteri yang berasal dari partai tersebut. Lalu, jika sebuah fraksi menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam bail-out Bank Century, rakyat tidak akan memilih partai itu dan presiden akan mengiming-iminginya dengan kursi menteri.
Selain adanya bargaining position, sidang paripurna juga penuh dengan aroma konspirasi, berupa lobi-lobi politik. Ada fraksi yang semula mendukung opsi C, kemudian berubah mendukung opsi A, demikian sebaliknya. Hal ini disebabkan fraksi partai tersebut telah terlobi. Namun, keadaan sedikit berbeda ketika diadakan voting individual terbuka dari semua kader atau anggota DPR. Voting ini memperlihatkan kader mana yang memang berjuang untuk rakyat dan kader mana yang hanya sekadar ikut-ikutan karena takut diteror oleh kader lain yang sefraksi dengannya. Panggung politik tidak mencari kebenaran, tetapi pembenaran.
Tugas HTN I : Angket Century Terancam Kandas Tanpa Audit BPK
RESUME
Beberapa fraksi DPR, yaitu Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PKB baru akan menentukan sikap untuk menerima atau menolak angket setelah BPK menyelesaikan auditnya. Audit BPK perlu ditunggu karena itu merupakan perintah DPR periode sebelumnya. Usulan adanya hak angket untuk menyelidiki kasus Bank Century ini dibahas di Badan Musyawarah pada tanggal 24 November 2009, padahal BPK baru akan menyelesaikan hasil auditnya pada tanggal 30 November 2009. Jika hasil audit BPK menunjukkan ada pelanggaran kebijakan atau pidana dalam bail-out 6,7 T, panitia angket akan terbentuk.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, tidak khawatir jika hak angket ini akan menggoyangkan pemerintahan SBY-Budiono. Fraksi Demokrat menunggu hasil audit BPK untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang aliran dana talangan ke Bank Century, termasuk penyimpangan-penyimpangannya. Adapun Budiono, mengatakan bahwa pemerintah siap menghadapi hak angket Bank Century.
(Koran Tempo, 16 November 2009)
KOMENTAR
Hak angket adalah salah satu hak yang dimiliki oleh DPR. Hak-hak lainnya adalah hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan rancangan undang-undang, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, hak keuangan dan administratif, dan hak inisiatif.
Hak angket lazim disandingkan dengan hak penyelidikan. Namun, penggunaan hak penyelidikan sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan salah pengertian. Istilah penyelidikan merupakan proses awal dalam mengungkapkan dugaan telah terjadi perbuatan pidana. Seperti yang dilakukan DPR ketika menyelidiki kasus Buloggate, kasus BLBI, dll. Sebagai hak angket, suatu penyelidikan harus dilakukan menurut tata cara tertentu seperti seperti diatur oleh undang-undang angket (UU No.6 Tahun 1954). Hak angket dapat digunakan untuk merumuskan suatu kebijakan atau fact finding.
Selain mempunyai beberapa hak seperti yang telah saya paparkan di atas, DPR mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi pengawasan, fungsi anggaran, dan fungsi legislasi. Hak angket termasuk fungsi pengawasan karena hak angket Bank Century digunakan untuk menyelidiki mengalir ke mana dana talangan 6,7 T itu dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat.
Namun, kewenangan DPR dalam hak angket hanya sebatas penyimpangan yang meliputi ken mana dana talangan 6,7 T untuk Bank Century mengalir dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. DPR tidak bisa menghukum para pihak yang bersalah dalam kebijakan bail-out ini karena DPR adalah lembaga politik. Jika DPR menemukan pelanggaran atau perbuatan pidana seperti korupsi, DPR bisa menyerahkannya ke lembaga hukum, seperti KPK, Kejaksaan, atau Polri.
Karena DPR adalah lembaga politik, konspirasi politik sangat mungkin terjadi. Hal ini berdasarkan kepentingan masing-masing partai. Misalnya, kekhawatiran sikap kritis partai koalisi pendukung pemerintah yang bisa berujung pada pencopotan menteri di kabinet yang berasal dari partainya. Hal ini sudah bisa terlihat dari awal diadakannya hak angket Bank Century. Beberapa fraksi partai koalisi berhati-hati dalam menentukan sikap untuk menerima atau menolak hak angket, yaitu dengan menunggu hasil audit BPK. Fraksi terbesar di DPR, yaitu Fraksi Demokrat, adalah satu-satunya fraksi yang tidak menandatangani usulan penggunaan hak angket yang diserahkan kepada pimpinan DPR. Hal ini telah menunjukkan adanya kepentingan politik. Jika tidak kepentingan politik, fraksi-fraksi di DPR yang sudah mencurigai adanya penyimpangan dalam bail-out Bank Century, pasti akan langsung menyetujui pengadaan hak angket Bank Century tersebut tanpa harus menunggu hasil audit BPK. Sebab, rakyat Indonesia begitu mendengar kasus Bank Century yang merugikan keuangan negara 6,7 T, langsung berpikir bahwa pasti ada suatu pelanggaran di dalamnya. Karenanya, rakyat Indonesia berharap dengan diadakannya angket Century, kasus besar ini akan segera selesai. Dan rakyat Indonesia berharap, kebenaran akan diungkap seterang-terangnya.
Beberapa fraksi DPR, yaitu Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PKB baru akan menentukan sikap untuk menerima atau menolak angket setelah BPK menyelesaikan auditnya. Audit BPK perlu ditunggu karena itu merupakan perintah DPR periode sebelumnya. Usulan adanya hak angket untuk menyelidiki kasus Bank Century ini dibahas di Badan Musyawarah pada tanggal 24 November 2009, padahal BPK baru akan menyelesaikan hasil auditnya pada tanggal 30 November 2009. Jika hasil audit BPK menunjukkan ada pelanggaran kebijakan atau pidana dalam bail-out 6,7 T, panitia angket akan terbentuk.
Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, tidak khawatir jika hak angket ini akan menggoyangkan pemerintahan SBY-Budiono. Fraksi Demokrat menunggu hasil audit BPK untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang aliran dana talangan ke Bank Century, termasuk penyimpangan-penyimpangannya. Adapun Budiono, mengatakan bahwa pemerintah siap menghadapi hak angket Bank Century.
(Koran Tempo, 16 November 2009)
KOMENTAR
Hak angket adalah salah satu hak yang dimiliki oleh DPR. Hak-hak lainnya adalah hak interpelasi, hak menyatakan pendapat, hak mengajukan rancangan undang-undang, hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat, hak memilih dan dipilih, hak membela diri, hak imunitas, hak protokoler, hak keuangan dan administratif, dan hak inisiatif.
Hak angket lazim disandingkan dengan hak penyelidikan. Namun, penggunaan hak penyelidikan sebaiknya dihindarkan karena dapat menimbulkan salah pengertian. Istilah penyelidikan merupakan proses awal dalam mengungkapkan dugaan telah terjadi perbuatan pidana. Seperti yang dilakukan DPR ketika menyelidiki kasus Buloggate, kasus BLBI, dll. Sebagai hak angket, suatu penyelidikan harus dilakukan menurut tata cara tertentu seperti seperti diatur oleh undang-undang angket (UU No.6 Tahun 1954). Hak angket dapat digunakan untuk merumuskan suatu kebijakan atau fact finding.
Selain mempunyai beberapa hak seperti yang telah saya paparkan di atas, DPR mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi pengawasan, fungsi anggaran, dan fungsi legislasi. Hak angket termasuk fungsi pengawasan karena hak angket Bank Century digunakan untuk menyelidiki mengalir ke mana dana talangan 6,7 T itu dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat.
Namun, kewenangan DPR dalam hak angket hanya sebatas penyimpangan yang meliputi ken mana dana talangan 6,7 T untuk Bank Century mengalir dan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. DPR tidak bisa menghukum para pihak yang bersalah dalam kebijakan bail-out ini karena DPR adalah lembaga politik. Jika DPR menemukan pelanggaran atau perbuatan pidana seperti korupsi, DPR bisa menyerahkannya ke lembaga hukum, seperti KPK, Kejaksaan, atau Polri.
Karena DPR adalah lembaga politik, konspirasi politik sangat mungkin terjadi. Hal ini berdasarkan kepentingan masing-masing partai. Misalnya, kekhawatiran sikap kritis partai koalisi pendukung pemerintah yang bisa berujung pada pencopotan menteri di kabinet yang berasal dari partainya. Hal ini sudah bisa terlihat dari awal diadakannya hak angket Bank Century. Beberapa fraksi partai koalisi berhati-hati dalam menentukan sikap untuk menerima atau menolak hak angket, yaitu dengan menunggu hasil audit BPK. Fraksi terbesar di DPR, yaitu Fraksi Demokrat, adalah satu-satunya fraksi yang tidak menandatangani usulan penggunaan hak angket yang diserahkan kepada pimpinan DPR. Hal ini telah menunjukkan adanya kepentingan politik. Jika tidak kepentingan politik, fraksi-fraksi di DPR yang sudah mencurigai adanya penyimpangan dalam bail-out Bank Century, pasti akan langsung menyetujui pengadaan hak angket Bank Century tersebut tanpa harus menunggu hasil audit BPK. Sebab, rakyat Indonesia begitu mendengar kasus Bank Century yang merugikan keuangan negara 6,7 T, langsung berpikir bahwa pasti ada suatu pelanggaran di dalamnya. Karenanya, rakyat Indonesia berharap dengan diadakannya angket Century, kasus besar ini akan segera selesai. Dan rakyat Indonesia berharap, kebenaran akan diungkap seterang-terangnya.
Langganan:
Postingan (Atom)