Mungkin tulisan ini rada telat saya buat. Tapi tak ada kata terlambat untuk mencegah dampak laten dari sebuah peristiwa. Saya hanya ingin mengajak pembaca agar lebih berhati-hati dalam menanggapi suatu peristiwa, apalagi menyangkut dien kita.
Baik, beberapa hari yang lalu, dimulai dari penolakan Dayak Muslim di Kalimantan Tengah terhadap kedatangan FPI, muncul aksi yang menuntut pembubaran FPI di Bundaran HI. Para demonstran meneriakkan jargon “Indonesia Damai Tanpa FPI”. Yakin?
Saya tidak tahu ada apa dengan media kita. Media lah yang menyebabkan masyarakat begitu membenci FPI. Selama ini, yang selalu diliput di media hanyalah keburukan-keburukan FPI. Maka, berkembanglah opini publik. Masyarakat selalu mengidentikkan FPI dengan aksi-aksi kekerasan. Hal ini tentu saja berimbas kepada Islam, sebab FPI membawa nama Islam, Front Pembela Islam, barisan mujahid yang tak pernah berhenti mengumandangkan takbir. Tapi, pernahkah media mem-blow up pendapat FPI tentang realita sosial yang bertentangan dengan ajaran Islam? Misalnya, ketika FPI mengomentari gaya busana Jupe, atau mengomentari cara taaruf yang salah dari Ustadz Solmed? Atau menjadikan deadline ketika FPI membantu perjuangan saudara seiman kita di Palestina?
Marilah buka mata dan hati kita ketika melihat suatu persoalan, jangan hanya melihat dari satu sisi saja. Mengutip jargon dari buletin Sigma, buletin SMA saya, SMAN 1 Yogyakarta: “world is ruled by news”. Media dengan mudahnya membentuk opini publik. Media cenderung mem-blow up berita yang mengarahkan ke salah satu sisi, jarang membuat berita yang berimbang. Maka, opini publik pun langsung terbentuk ke salah satu sisi. Termasuk ketika menanggapi berita soal pembubaran FPI. Mengapa banyak orang, bahkan saya bisa menyimpulkan, sebagian besar rakyat Indonesia, menginginkan FPI bubar? Karena media telah membawa masyarakat untuk melihat berita tentang anarkisitas FPI. Media-media laris tentu saja mengejar berita yang sekiranya dipandang laris untuk dibaca. “Bad news is good news”, demikian istilahnya. Bandingkan, lebih suka mana, orang membaca berita tentang perselingkuhan artis daripada berita tentang keluarga artis yang harmonis?
Demikian halnya dengan FPI. Tujuan FPI untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, memang benar, dan layak untuk kita dukung. Namun, realisasi tindakannya cenderung berlebihan. FPI sering harus berurusan dengan polisi karena tindakan kerasnya memukuli jamaah Ahmadiyah, merusak tempat hiburan malam, merusak pagar Kemendagri, dan bahkan kabar yang terbaru, ketua FPI cabang Yogyakarta disidangkan karena perbuatan tidak menyenangkan saat menagih utang. Tentu saja berita semacam ini menjadi santapan lezat media terkemuka. Hanya media yang mempunyai pembaca sedikit yang mau membuka kebaikan aksi terpuji FPI. Barangkali link ini bisa jadi pertimbangan: http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/daftar-perjuangan-fpi-berantas-kemungkaran-tegakkan-keadilan-bantu-korban-bencana-alam.htm
Kembali ke aksi yang menuntut pembubaran FPI. Mereka memiliki jargon yang menurut saya tidak masuk akal. “Indonesia Damai Tanpa FPI”. Mereka hanya mempertimbangkan pembubaran FPI dari satu sisi saja, yaitu ketika FPI melakukan aksi anarkis. Saya ingin bertanya pada pendukung pembubaran FPI. Apakah jika FPI bubar, Indonesia bakal damai? Apakah bisa disebut damai jika korupsi masih ada, konflik rakyat jelata vs penguasa masih nyata, konflik antarsuku atau antarkelompok masyarakat masih terjadi, premanisme dan kemaksiatan masih tumbuh subur? Tentu pembubaran FPI bukanlah tolok ukur kedamaian. Menurut saya, Indonesia tidak akan bisa damai jika kita masih dipimpin oleh rezim korup seperti ini. Jadi, jargonnya mungkin bisa diganti “Indonesia Damai Tanpa Demokrat.” (uuppsss... Becanda)
Yang masih menjadi pertanyaan besar saya, siapakah aktor di balik isu pembubaran FPI? Orang yang mendukung pembubaran FPI adalah orang yang menginginkan hidup bebas tanpa aturan. Bahkan, ancaman untuk membubarkan FPI sendiri datang dari Mendagri dan beberapa petinggi partai yang sedang berkuasa, dengan ancaman ormas anarkis harus segera dibubarkan. Tapi saya yakin, orang pasti akan membutuhkan FPI suatu saat nanti, ketika Islam dihina. Memang sudah menjadi kewajiban setiap umat Islam untuk selalu membela agamanya, sebab Allah telah menjamin dalam Al Qur’an Surat Muhammad ayat 7, “Barang siapa yang menolong agama Allah niscaya Allah akan menolongnya dan meneguhkan kedudukannya.” Namun, apakah umat Islam mau bersatu untuk membela agamanya? Tidak semua umat Islam mau dan mampu.
Solusi saya, terkait permasalahan FPI, lebih baik cari yang mudharatnya lebih kecil dan kemanfaatannya lebih banyak. FPI jangan dibubarkan, tetapi cukup dievaluasi saja. Beri usulan untuk FPI, sebaiknya jangan berbuat anarkis ketika berdakwah. Tentu saja, tujuan mulia dakwah harus disampaikan dengan cara yang baik pula. Kita mungkin resah ketika FPI berbuat anarkis, tetapi kita juga lebih resah ketika kemasiatan merajalela.
IndonesiaKu,ada atau tanpa FPI akan ttp sama kondisinya seperti ini...hanya saja keadaan semakin buruk dengan keberadaan FPI..Ketakdamaian Indonesia diperkeruh,dipericuh,diperburuk oleh keberadaan ormas yang so' bener.....
BalasHapusBanyak sarjana hukum, sekolah hukum, pakar hukum, kriminalitas gak berkurang. Penjara2 over kapasitas. Kejahatan makin parah. Damai?? Karena ulah FPI?? dodol aja otak ! Sistem sekuleris-kapitalis, hukum2 warisan kolonial, ekonomi arahan Amerika, fotocopy ideologi Barat lah biang kerok semua penyebab problem kerusakan, kehinaan, kekacauan negeri ini.
BalasHapusTanpa FPI pun konflik komunal atau konflik antar institusi dll udah banyak ya gan..
BalasHapus