Akhir-akhir ini, rakyat Indonesia seperti sedang berada di kapal Dawn Treader yang terombang-ambing di tengah lautan yang penuh badai. Untuk bisa beristirahat dengan tenang setelah mabuk laut, kita harus segera menemukan pulau yang penuh dengan makanan untuk mengenyangkan perut. Akhirnya, terlihat beberapa pulau. Namun, kita harus berpikir dahulu, pulau manakah yang layak untuk kita singgahi? Ada pulau yang terlihat rimbun penuh pepohonan namun berhantu dan mantra sihir. Ada pulau yang terlihat cantik, namun penuh ada naga yang siap menyembur api setiap waktu. Ada pulau yang sungainya bisa membuat apapun menjadi emas jika dicelupkan ke dalamnya namun tidak bisa diminum. Bisa-bisa, usus kita menjadi emas. Ada juga pulau yang banyak gua untuk beristirahat, namun gua tersebut ternyata gua binatang buas. Di pulau mana kita harus menepi? Jika tidak, badai akan semakin membuat perut mual dan layar kapal ini telah tersobek-sobek oleh angin yang kencang.
Ya, seperti itulah ibaratnya kondisi rakyat Indonesia saat ini. Rakyat Indonesia tidak tahu harus tunduk pada pada siapa, harus percaya pada siapa, sebab pemerintahnya sendiri banyak melakukan kebohongan bersama orang-orang yang berkantong tebal. Sebenarnya, rakyat sudah bosan dengan sandiwara yang diciptakan oleh para petinggi dan pengusaha-pengusaha negeri ini.
Lihat saja, ketika Refly Harun menguak suap-menyuap yang terjadi di MK. Sebelumnya, Ketua MK, Mahfud MD, memberikan pernyataan bahwa MK 100% bersih. 6 hari setelah itu, Refly Harun membuat tulisan di Harian Kompas yang mempertanyakan kebersihan MK, terkait dugaan suap yang diterima oleh salah satu hakim MK dari seorang calon kepala daerah terpilih Simalungun, Jopinus Saragih. Jopinus mengaku diminta oleh salah satu hakim MK, Akil Mochtar, untuk memberikan uang senilai Rp 1 M agar MK memenangkannya dalam sengketa hasil Pemilukada Simalungun. MK pun membentuk tim investigasi untuk mengungkapnya, dipimpin oleh Refly Harun. Dari hasil investigasi tersebut, ditemukan fakta bahwa memang benar terjadi penyerahan uang dalam jumlah tertentu, terdapat pelanggaran kode etik hakim, serta terdapat keterlibatan anggota keluarga hakim MK, Staf, dan panitera pengganti. Namun, sang hakim mengelak hasil investigasi tersebut. Siapa yang kita percaya, Jopinus dan Refly Harun, atau Akil Mochtar?
Kali ini, bobot kebohongannya lebih besar. Setelah perkara mafia pajak, Gayus Tambunan, divonis 7 tahun penjara+denda Rp 300 juta oleh hakim Albertina Ho dkk, kita juga sempat dibuat bingung dengan statement yang dibuat oleh Gayus dan Satgas Anti Mafia Hukum. Gayus mengatakan bahwa dia hanya dijadikan alat politik. Dia meragukan kemampuan Satgas. Saat pertama kali ditangkap di Singapura, kepergiannya ke Singapura ini atas himbauan dari salah satu anggota Satgas, Denny Indrayana. Bahkan, dia juga berkata bahwa Denny telah memojokkan istrinya serta tuduhan-tuduhan lain yang dialamatkan kepada Denny dan Satgas. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Gayus menyebutkan bahwa kasus Antasari Azhar hanyalah rekayasa. Sebelumnya, dia juga menyebutkan terdapat 151 perusahaan yang mengemplang pajak, 3 di antaranya adalah anak perusahaan Grup Bakrie yang menyuapnya senilai US$ 3 juta. Presiden SBY pun memerintahkan Satgas bentukannya ini untuk segera melakukan klarifikasi dalam waktu 1x24 jam. Satgas mengumumkan pada publik tentang isi Blackberry Messeger antara Denny dan Gayus. Dalam transkrip BBM itu, tidak bisa tersimpul bahwa Denny adalah orang yang memerintahkan Gayus untuk kabur ke Singapura. Dia hanya ingin menjemput Gayus di manapun dia berada. Adapun Aburizal Bakrie juga tidak mau mengakui perbuatan yang dilakukan oleh anak perusahaannya. Siapa yang bisa kita percaya? Gayus, Satgas, atau Bakrie? Atau menantu baru Bakrie yang tengah hamil muda? :p
Setiap orang yang melakukan kesalahan dan tidak ingin kesalahannya diketahui orang lain, pasti akan menutupinya dengan kebohongan bagaimanapun caranya. Sebab, dia tidak ingin dihukum oleh pihak yang berwenang dan dicap jelek oleh masyarakat. Namun, kembali ke saat perbuatan itu dilakukan. Jika seseorang berani mengambil tindakan dosa, seharusnya dia juga berani mempertanggungjawabkan perbuatan itu. Setiap orang pun juga tahu bahwa bohong adalah perbuatan dosa. Namun, dosa ini terpaksa diambil agar kesalahannya tidak diketahui publik. Maka dari itu, jika tidak ingin berkata bohong, jangan pernah melakukan kesalahan!
Ah, sudahi sajalah sandiwara kebohongan-kebohongan ini. Masyarakat sudah tidak tahan ingin segera mengetahui siapa yang benar dan siapa yang salah agar bisa dijadikan pembelajaran untuk menjalani hari-hari berbangsa dan bertanah air yang damai dan bebas korupsi. Awak Kapal Dawn Treader sudah tidak sanggup lagi terus-menerus berada di lautan yang penuh badai. Kita merindukan pulau yang indah dan nyaman!