Seringkali kita mendengar ucapan
dari orang awam atau dari teman kita sendiri, “Ngapain sih ngingetin orang lain, kayak nggak punya dosa aja.”
Benarkah hanya orang yang tidak
punya dosa saja yang boleh berdakwah untuk mengingatkan orang lain? Lalu siapa
yang boleh berdakwah? Kalau begitu, hanya Rasulullah saja yang boleh berdakwah
karena Rasulullah terjaga dari dosa. Setelah Rasulullah wafat, selesai. Tidak
ada yang bisa meneruskan dakwah beliau. Semua orang akan berbuat semaunya.
Mungkin sampai detik ini, tidak akan pernah kita jumpai ulama, ustadz, kyai,
murabbi, pemandu AAI, bahkan tidak akan ada 4 mazhab besar dari 4 Imam: Hanafi,
Maliki, Hambali, dan Syafi’i. Mungkin sampai detik ini juga, kita tidak pernah
tahu apa saja yang termasuk perbuatan haq dan perbuatan bathil.
Mari sama-sama pahami firman
Allah berikut ini:
“Kamu (Umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh berbuat ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di
antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasik.” (QS Ali Imran ayat 110).
Apa yang kurang dari kita? Kita
adalah umat terbaik. Allah telah meridhai Islam sebagai agama kita (QS Al
Maidah ayat 3), lalu mengapa kita tidak bisa berdakwah? Mengapa kita masih
bermalas-malasan pada gelimang dosa dan tidak mau bertaubat? Rasulullah saja
yang tidak mempunyai dosa, selalu beristighfar minimal 100x sehari. Dan mengapa
kita juga tidak mau mendengarkan nasihat yang baik dari orang lain hanya karena
orang tersebut merupakan pendosa?
Sambil menyelam minum air, kita
mohon ampun sambil mengingatkan orang lain. Setiap manusia pasti mempunyai
dosa, meskipun hanya sebesar dzarah. Dosa sekecil inipun pasti akan dimintai
pertanggungjawabannya. Kita juga akan mendapatkan pahala kebaikan meskipun
hanya sebesar dzarah (QS Al Zalzalah ayat 7-8). Dengan berdakwah, kita bisa
terbebas dari pertanggungjawaban akan dosa karena terus memohon ampun pada
Allah. Kita juga akan mendapatkan balasan kebaikan karena kita mengingatkan
orang lain akan dosa dan mengajaknya ke arah kebaikan.
Hanya diri kita sendiri yang tahu
akan keadaan kita. Kita berdosa atau
tidak, sebenarnya kita sendiri yang tahu. Namun, berbahaya jika kita tidak
menyadari dosa kita sendiri. Maka, dibutuhkan orang lain untuk mengingatkannya.
Setelah diingatkan, jangan sampai
kita menjadi orang yang fasiq. Orang fasiq adalah orang yang menyimpang dari
agama dan cenderung kepada kemaksiatan, serta tidak membenarkan ayat-ayat-Nya. Seperti
yang tertulis dalam QS Ali Imran 110 di atas, disebutkan bahwa “di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasiq”. Menjadi orang fasiq itu gampang karena banyak temannya. Golongan
orang fasiq adalah golongan mayoritas.
Ditakutkan, ketika kita telah
termasuk dalam golongan orang fasiq, Allah tidak akan menolong kita. Namun, tenang.
Bersyukurlah kita mempunyai Allah. Allah Maha Pengampun atas dosa-dosa setiap
hamba-Nya. Allah akan menerima taubat kita, sampai sebelum ruh sampai di
tenggorokan. Maka, mumpung masih diberi kesempatan, marilah kita selalu
bertaubat dan jangan sampai kita mati dalam keadaan tidak beriman (QS Ali Imran
ayat 102). Meskipun hanya sedikit orang yang beriman, semoga kita berada di
golongan ini.
Namun, ada juga yang ngeyel tidak
mau kita dakwahi dengan alasan bahasa kita terlalu menggurui dan tidak enak
didengar, dibandingkan dengan ustadz-ustadz yang mempunyai bahasa yang indah.
Apakah harus menjadi ustadz dulu baru kita bisa berdakwah? Tentu tidak.
Ustadz-ustadz yang kondang itu juga berawal seperti kita, manusia biasa. Di
awal dakwah mereka, pasti juga mengalami berbagai celaan dari masyarakat. Rasulullah
juga mengalami hal demikian. Banyak yang tidak percaya bahwa beliau adalah
utusan Allah untuk menyampaikan kebenaran. Beliau dihina, diludahi, dilempari kotoran,
namun beliau bisa menjadi orang yang hebat, menjadi Nabi penutup. Bahkan, dari
berbagai survey di dunia, nama Muhammad SAW menjadi nomor 1 orang yang paling
berpengaruh di dunia.
Ditakutkan, ketika kita yang
belum bergelar ustadz ini mati dan tidak pernah berdakwah, kita tidak meninggalkan
amal jariyah apapun. Maka, siapapun dari kita, jangan pernah berhenti dan
jangan memberhentikan orang lain untuk berdakwah. Dengan berdakwah pada orang
lain, kita akan mengetahui kesalahan kita sendiri. Perbanyak juga tsaqofah
islamiyah kita, agar kita bisa membedakan mana yang haq dan yang bathil,
kemudian menyampaikannya pada orang lain meskipun hanya satu ayat.
Terakhir, ingat sabda Rasulullah
SAW berikut ini:
“Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah
ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan
lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah
selemah-lemahnya iman.” (HR. Bukhari nomor 903 dan Muslim nomor 70).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar