Ismail adalah remaja yang tumbuh
dalam keluarga yang taat. Ayahnya adalah seorang Nabi yang sangat mencintai dan
dicintai Allah. Ismail pun meneruskan perjuangan ayahnya menjadi nabi.
Suatu hari, Nabi Ibrahim
mendapatkan mimpi dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, Ismail. Nabi
Ibrahim sangat bingung. Beliau sangat menyayangi putranya. Ia adalah putra yang
sangat didambakan untuk mewariskan tahta perjuangan di atas agama Allah. Ia
adalah putra yang akan membawa nama baik keluarganya. Tapi mengapa Allah
memerintahkan untuk menyembelihnya?
Namun bagaimanapun juga, Ibrahim
tetaplah seorang nabi. Beliau sangat mencintai Allah di atas segala apapun yang
ada di dunia. Apapun yang diperintahkan Allah, selalu dikerjakannya. Sungguh,
amat berat ujian yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim kali ini, jauh lebih
berat daripada ketika beliau dibenci kaumnya dan dibakar hidup-hidup. Maka,
dengan berat hati beliau mengutarakan maksudnya kepada Ismail.
Sungguh beruntung, Nabi Ibrahim
memiliki anak yang taat kepada Allah dan berbakti kepada orang tuanya. Ia rela,
sabar, dan ikhlas akan dikurbankan atas nama Allah. Semua itu berkat didikan
Nabi Ibrahim yang selalu mengajarkan tentang tauhid.
Ismail pun siap disembelih.
Diikatlah kedua tangan dan kaki Ismail, dibaringkan di atas lantai. Lalu,
diambillah sebilah parang tajam. Sambil memegang parang tajam, Nabi Ibrahim
yang berurai air mata berpindah dari memandang wajah putranya ke parang tajam
tersebut. Seolah, pada waktu itu hati beliau menjadi tempat pertarungan antara
perasaan seorang ayah di satu pihak, dan kewajiban seorang nabi di pihak yang
lain. Sambil memejamkan matanya, Nabi Ibrahim mulai menyembelih leher putranya.
Namun, sungguh mukjizat dari Allah, tiba-tiba parang tersebut menjadi tumpul. Nabi
Ibrahim pun menelungkupkan badan Ismail agar tak melihat wajahnya. Namun tetap
saja, parang tajam tersebut tetap tumpul di leher Ismail.
Akhirnya, datanglah wahyu Allah dengan
firmannya. “Wahai Ibrahim, engkau telah berhasil melaksanakan mimpimu, demikian
Kami akan membalas orang-orang yang berbuat kebajikan.” Kemudian, sebagai
gantinya, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih kambing yang ada
di sampingnya.
Demikianlah, peristiwa tersebut
kita peringati sebagai hari raya qurban. Atas pengorbanan dan keikhlasan Nabi Ibrahim
dan Ismail, banyak hikmah yang dapat kita petik. Mari kita perbaiki cinta
kepada Allah di atas segalanya. Dunia hanyalah fatamorgana yang sia-sia, tapi
surga adalah tempat akhir yang indah tiada duanya. Sembelih sifat hewani dalam
diri kita agar kita menjadi manusia yang seutuhnya. Dan jadikan anak-anak kita,
anak-anak yang berbakti kepada orang tuanya sehingga akan beroleh berkah dari
Allah Ta’ala.
Srandakan, 10 Dzulhijah 1434H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar